"Mama senang sekali ada kamu di sini, Ki. Bantu Mama biar Deka tetap semangat mengerjakan tugasnya, ya. Kalau perlu, kamu paksa aja dia ikut bimbingan, nggak boleh bolos. Mama dan Papa udah nggak tahu lagi gimana caranya ngomong ke dia.
"Syukurlah karena ada kamu dan mungkin Deka juga termotivasi melihat keseriusanmu, sekarang dia mau ikut bimbingan. Kalian bisa saling mendukung dan membantu satu sama lain. Berjuang bareng, lulusnya bareng."
Suara Mama menyapa telinga gue begitu tiba di ambang pintu. Jarang-jarang Mama ada di rumah jam segini.
Mama dan Kiara langsung menyambut kedatangan gue. Mereka tengah sibuk di dapur dan bagi gue ini adalah pemandangan yang sedikit langka. Seorang Mama yang mendadak memasak di rumah gue. Jarang banget. Paling mentok, ya datang membawa makanan hasil masakan Bi Nuril.
"Ka, ayo makan! Mama sama Kiara udah masak, nih."
"Aku udah makan di tempat Jan-" Bibir gue langsung mengatup. Mama dan Kiara menatap dengan heran. "Rumah temen."
"Gimana sih? Ini Kiara udah belajar masak tahu nggak. Kamu malah makan di rumah temen. Terus ini makanan Kiara siapa yang makan?"
Kiara belajar memasak? Gue melirik cewek berambut panjang sepinggang dengan poni tipis itu hanya untuk meminta pembenaran. Namun, Kiara hanya melengos malas.
Seketika gue mematung di tempat. Mimpi apa dia sampai mau belajar memasak segala? Oh, bukan karena mimpi buruk enggak lulus itu, kan?
"Mana aku tau kalau kalian bakal masak. Biasanya juga kalau pulang pasti belum ada makanan."
"Halah, alasan kamu!"
"Nggak apa-apa, Ma. Nanti aku aja yang makan," cetus Kiara. Mungkin karena ia juga bosan mendengar perdebatan singkat antara gue dan Mama.
Wajah ketus Mama lebih parah dan kecewa ketimbang air muka Kiara yang tidak berekspresi. Seakan-akan Mama yang paling terluka karena gue enggak sempat menyicipi masakan Kiara.
Lagian gue masih agak kapok mencicipi masakan Kiara. Terakhir kali, asin banget. Gue enggak bisa bayangin gimana masakannya yang sekarang. Syukur-syukur kalau rasanya pas.
"Oh ya, Deka. Beberapa hari ini kamu sering banget pulang sendirian dari kampus. Inget, ya! Kamu harus pulang sama Kiara. Kasihan dia naik angkot terus." Mama masih berdiri menggerutu di ambang pintu. "Satu lagi, kamu sama Kiara sekarang satu bimbingan. Harus saling membantu biar bisa lulus bareng. Begitu aja masa harus Mama kasih paham dulu, sih!"
"Iya, Mama. Aku udah paham. Sekarang aku boleh ke kamar? Aku mau mandi, gerah banget." Dengan suara super lembut yang dibuat-buat, gue memandang Mama penuh permohonan.
Mama hanya menggeleng dan berlalu keluar dari rumah. Tersisa gue dan Kiara yang sekarang masih membereskan dapur.
Penasaran dengan apa yang terjadi padanya sampai ingin belajar memasak, gue mendekat sambil menatap penuh selidik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Satu Bimbingan√
RomanceKiara: Dia bukan tipeku meski ada yang bilang, dia menantu idaman. Dia berbanding terbalik dengan aku yang enggak banyak bicara. Sementara dia bisa saja talking too much 24 jam. Hanya saja, karena insiden konyol, kami malah hidup seatap selepas aka...