"Ka, tunggu bentar!" Suara Radi membuat gue menahan langkah yang hendak menuruni anak tangga."Ada yang mau gue tanya. Maaf ya, tapi gue denger Arga naksir sama Kiara? Bener?"
Pertanyaan Radi membuat gue menghadirkan wajah Arga dalam benak. Sejak mengetahui kebenaran hubungan gue dan Kiara, gue dan Arga jarang bertemu.
"Ka? Astaga, lo ditanya malah ngelamun," tegur Radi.
"Arga suka sama Kiara dari dulu. Sekarang dia tau kalau gue dan Kiara udah menikah."
"Terus reaksi dia gimana, Bro? Gue yakin dia pasti sempat denial. Kasihan banget temen lo, tuh."
Teman ... iya, benar. Gue dan Arga memang berteman sejak lama. Satu kelas, satu tongkrongan pula. Sayangnya, Arga malah kecewa karena status gue dan Kiara. Ya, mau bagaimana lagi?
"Gue sempat nggak enak ke dia. Biar bagaimanapun kami udah lama temenan. Tapi, ya ... lo bakal ngerti kalau ada di posisi gue."
Lelaki berbadan kekar itu mengangguk-angguk sambil mengusap dagu. "Sekarang lo sama Arga gimana?"
Gue mengangkat bahu sesaat. "Udah jarang ketemu, lah. Dia juga kayaknya masih nggak terima sama status gue dan Kiara. Lo tahu kalau dia juga lagi sibuk ngurus coffee shop-nya."
"Ka, denger ... gue bukannya nggak mau sok bijak," ucap Radi seraya menepuk pundak gue beberapa saat. "Lo dan Arga udah temenan lama. Nggak mungkin kalian jadi diem gini, kan? Arga butuh waktu buat menerima hubungan lo, secara ... siapa yang nggak bakal kaget kalau cewek yang dia suka, malah menikah sama temennya sendiri."
"Lo menyalahkan gue?"
Radi menggeleng sebentar. "Nggak. Mana mungkin gue menyalahkan apa yang udah terjadi? Ya, maksud gue ... paling nggak, lo ketemuan sama Arga. Ngobrol lagi kayak dulu biar tetap terjaga silaturrahmi-nya. Arga pasti bakal ngerti, kok."
Untuk sesaat gue terdiam memikirkan ucapan Radi. Ada benarnya juga. Biar bagaimanapun gue dan Arga memang sudah berteman sejak lama. Rasanya sangat berbeda kalau kami mendadak renggang seperti saat ini.
Setelah menyuarakan pendapatnya, Radi berpamitan kembali menuju bilik kasir. Gue melanjutkan langkah dan berpapasan dengan Sandi di anak tangga. Enggak cuma Sandi, tetapi cewek yang baru saja turun dari taksi, pun menyita atensi gue. Rambutnya yang sedikit pirang kini sudah dicat hitam sempurna. Sekilas gue enggak mengenalinya, tetapi begitu wajahnya terangkat, gue tahu dia adalah Jane.
"Jadi, sekarang kamu udah nggak bisa bantuin aku lagi?"
"Maaf, Jane. Lo tahu, kan, kalau sekarang hubungan gue dan Kiara makin membaik. Udah gitu ... kita juga udah lama putus, kan? Jadi, ya, udah saatnya jalan masing-masing aja."
"Tapi, Mama ...."
"Dan gue harap Tante segera tau kalau kita udah nggak ada hubungan apa pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Satu Bimbingan√
RomanceKiara: Dia bukan tipeku meski ada yang bilang, dia menantu idaman. Dia berbanding terbalik dengan aku yang enggak banyak bicara. Sementara dia bisa saja talking too much 24 jam. Hanya saja, karena insiden konyol, kami malah hidup seatap selepas aka...