Cukup lama gue berpikir sambil memikirkan rasa masakan Kiara yang sekarang sedang gue kunyah. Padahal rasanya enak, lumayanlah. Lebih baik dari hari yang sudah lewat. Akan tetapi, karena gemas melihat Kiara menggenggam sendok dan garpu sambil menantikan reaksi gue, gue pun sengaja melama-laman sesi menguyah.Sok sekali. Gegayaan supaya mirip Chef Arnold yang lagi nyicip masakan para peserta Master Chef. Kiara benar-benar menunggu dengan wajah penuh harap. Dia yang duduk di kursi seberang benar-benar membuat gue betah melihat ekspresinya.
"Hm ...."
"Mas, jangan ham hem ham hem! Gimana? Enak nggak? Ada kemajuan?"
Gue berdeham lagi sambil mengusap dagu. "Kurang sebenernya."
Bibir gadis itu langsung turun setelah memperlihatkan satu lengkung senyuman penuh harap. Asyik, nih! Bisa gue isengin lagi. Terimalah nasibmu wahai Dora The Ngeselin!
"Gitu, ya? Kayaknya gue harus coba lagi, deh. Belajar lagi sama Mbak Nadira. Padahal tadi bumbunya pas, deh. Bihunnya juga nggak lembek dan nggak terlalu keras, pas. Terus udangnya udah gue goreng agak kecokelatan gitu dan nggak terlalu garing. Apanya lagi yang kurang?"
"Hm ...."
"Mas!" Dia menjerit lagi sambil memamerkan wajah galak. Sementara gue menahan tawa, udah kayak acara tahan tawa aja. "Udah! Kesel gue lama-lama."
"Eh, eh, Cil. Nggak gitu. Dengerin dulu. Chef Deka belum ngomong lagi." Gue menahan Kiara yang hendak bangkit. "Lo mau tau ini kurangnya apa?" Pertanyaan gue dijawab dengan anggukan penuh antusias. Terlihat kalau dia sangat mengharapkan jawaban. "Kurang banyak!"
Setelahnya gue tertawa puas karena sukses membuat Kiara jengkel setengah hidup. Demi kekuatan Dora yang ngeselin suka tanya-tanya, mengalahkan wartawan, Kiara malah menggebrak meja.
Untung gue enggak jantungan. Tawa gue langsung mereda. Astaga! Apa dia bakal ngamuk lagi? Di manakah kewarasanmu, Deka? Padahal jelas-jelas gue masih dalam arena red zone alias belum dimaafkan oleh Kiara.
Cewek boncel berponi tipis itu berdiri, menciptakan decit dari kursi. Sementara tangan gue dengan malu-malu meraih cakar lagi untuk mengambil bihun goreng bikinannya.
"Kurang banyak?" tanya Kiara.
Gue mengangguk takut-takut. Mana tahu dia mau mengamuk lagi? Wallahualam.
"Baiklah, Chef. Besok akan saya buatkan yang lebih banyak." Kiara justru membungkuk sopan seperti pelayan-pelayan kerajaan dunia antah-berantah. "Silakan dinikmati makananya."
Tentu saja gue cengo dengan mulut menganga yang hendak memasukkan bihun ke mulut. Cakar di tangan gue seakan-akan ikut membeku. Dengan wajah semringahnya, bocil berbaju tidur Dora The Explorer itu melangkah riang menuju dapur.
Gila, kan? Mood-nya balik secepat itu? Sengklek juga itu anak.
Namun, diam-diam sambil menikmati makanan, gue memperhatikan Kiara yang sedang mencuci piring. Benar-benar amazing, dia sudah ceria lagi gara-gara gue bilang makanannya kurang banyak? Dan gue menikmati makanan yang dia bikin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Satu Bimbingan√
RomanceKiara: Dia bukan tipeku meski ada yang bilang, dia menantu idaman. Dia berbanding terbalik dengan aku yang enggak banyak bicara. Sementara dia bisa saja talking too much 24 jam. Hanya saja, karena insiden konyol, kami malah hidup seatap selepas aka...