37. Kiara: Minta Peluk

4.2K 387 13
                                    

Pasca ujian proposal, aku dan Mas Deka diminta menghadap oleh Bu Nani dan Pak Hamdan terlebih dahulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pasca ujian proposal, aku dan Mas Deka diminta menghadap oleh Bu Nani dan Pak Hamdan terlebih dahulu. Sebelum nanti kami melanjutkan ke tahap berikutnya. Alias mengumpulkan data untuk bahan skripsi. Pagi-sekitar jam delapan-aku dan Mas Deka sudah berangkat karena Pak Hamdan akan ada di kampus tepat jam sembilan kurang. Jadi, kami tidak mau terlambat. Selepas menunaikan salat Subuh, aku langsung membangunkan Mas Deka.

Wajar kalau sekarang wajah cowok ini agak tertekuk. Bagaimana tidak? Tidur nyenyak Mas Deka malah terganggu. Sebenarnya aku masih merasa canggung akibat kejadian kemarin. Di mana aku memeluk Mas Deka tanpa berpikir panjang. Semata agar dia berhenti mengoceh ingin dipeluk. Itu juga pun aku memeluknya sesingkat mungkin. Namun, setelah Mas Deka keluar dari kamar hari itu, aku melihat gelagatnya agak aneh. Dia tampak berusaha menghindar dan telinganya sedikit memerah. Apa aku salah lihat?

Hari ini pun sama-sebenarnya lebih ke aku-kami masih belum bicara seleluasa kemarin. Berkat adegan pendek itu, kami malah jadi canggung begini. Walaupun masih bisa duduk di ruang makan sambil sesekali bertegur kata. Canggung banget, sumpah!

"Sini totebag-nya biar gue yang bawa," pinta Mas Deka. Kali ini kalimatnya cukup panjang.

Tanpa protes, aku memberikan tas di tanganku. Membiarkan Mas Deka menenteng totebag berisi proposal kami yang sempat dicoret Profesor Rusman. Aku berjalan di belakang Mas Deka. Langkah lebarnya kadang membuatku kesusahan menyamakan kaki kami. Tiba di depan lift, Mas Deka menarik tanganku untuk mendekat, pasalnya beberapa mahasiswa hampir menabrakku.

"Ayo!"

Kami memasuki ruangan sempit yang juga diisi oleh tiga orang mahasiswa lain. Jarak kami yang lumayan dekat membuatku menghidu aroma maskulin Mas Deka. Jejak aroma sabun mandi yang menyegarkan bercampur dengan aroma Humbling Forest Eau de Toilette yang maskulin abis.

"Kenapa lihat-lihat?" tegur Mas Deka. Menyadarkan aku bahwa sejak tadi tengah melihatnya. "Kelewat ganteng apa gimana?"

"Please, lo jangan narsis."

"Makanya jangan lihatin gue kayak gitu. Udah kayak lihat artis aja. Mata lo sampai nggak bisa kedip."

"Jangan berlebihan. Nggak baik."

Denting lift terdengar seiring pintunya yang terbuka pelan. Aku buru-buru melangkah meninggalkan Mas Deka. Ketimbang dia makin ngalor-ngidul. Tolong, ingatkan aku kalau cowok itu doyan iseng. Bisa-bisa aku terus kena ulah isengnya.

Namun, Mas Dek tidak melanjutkan ucapannya tadi. Kami benar-benar tiba di depan ruang dosen dan ini pertanda kalau aku tidak mau ada candaan lagi. Syukurlah Mas Deka paham. Akhir-akhir ini aku sadar akan perubahan Mas Deka. Maksudnya, dia menjadi lebih peduli pada tugas akhirnya.

Pasutri Satu Bimbingan√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang