40. Deka: Berkah Mati Lampu

4.7K 443 35
                                    

Berhari-hari terlewat sejak gue dan Kiara mulai sibuk dengan proses pengambilan data skripsi masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berhari-hari terlewat sejak gue dan Kiara mulai sibuk dengan proses pengambilan data skripsi masing-masing. Kini enggak terasa kami sudah mulai menyusun kelengkapan tugas akhir. Sehingga seringnya gue dan Kiara begadang demi mencicil tugas akhir tersebut. Waktu yang bergulir kian terasa cepat menyadarkan gue bahwa tujuan itu tengah menanti. Menunggu kami untuk segera melangkah ke sana.

"Ka, mau berangkat sekarang?" tanya Rega karena gue mampir ke bengkel Rega.

Gue menatap singkat jarum jam di pergelangan tangan. Sebentar lagi jam kerja gue dimulai. "Iya, takut telat."

"Ya, udah. Lo hati-hati, deh."

"Kapan-kapan gue mampir lagi."

Baru saja gue akan menyalakan mesin motor, sebuah motor matic mendekat. Si pengendara membelokkan motor ke arah bengkel Rega. Sementara yang dibonceng terlihat kaget saat kedua mata kami bersirobok. Kapan terakhir kali gue ketemu dia, ya?

Jane berjalan pelan mendekati gue. Walaupun atensi gue sempat tersita oleh lelaki yang membonceng gadis ini. Entahlah, gue enggak terlalu kenal. Namun, apa Jane sudah mulai berusaha buat melupakan semuanya? Maksud gue, apa yang telah terjadi di antara kami.

Senyum ramah perempuan berambut sedikit pirang pun terlihat. Gue cuma membalas dengan kikuk. Rasanya amat canggung setelah pembicaraan Kiara dan Jane yang gue curi dengar saat di kafe Radi.

"Apa kabar, Ka? Kamu mau ke mana? Tumben, ya, kita ketemu lagi."

Gue menggaruk kepala yang enggak gatal. Nyengir kaku di hadapan Jane. "Gue baik, kok. Lo gimana? Oh ya, ini gue mau ke tempat Radi."

"Hm, aku juga baik. Kamu sibuk, ya, sekarang?"

"Ya, begitulah. Masih sibuk sama TA."

Perempuan blasteran ini pun mengangguk takzim. "Sukses, ya. Gue senang kalau lo sekarang jadi lebih sibuk ngurus TA."

"Oh, ya. Berkat Kiara juga. Lo tau sendiri semangat dia kayak gimana."

Mendengar nama Kiara yang keluar bibit gue, Jane tampak tersenyum tipis. Pura-pura tersenyum agaknya. Perempuan itu pun mengangguk dan melengos pergi. Enggak ada rasa bersalah dalam diri gue—kalaupun sikap tadi membuatnya kesal. Dahulu mungkin, ya. Namun, sekarang sudah enggak lagi.

Buat apa? Jane bukan urusan gue lagi, kan? Jadi, gue memilih untuk segera pergi dari sana. Ketimbang harus diam meladeni sikap Jane yang ujung-ujungnya bikin gue terlambat ke tempat Radi.

Motor gue benar-benar menjauh dari area bengkel. Bergabung dengan puluhan kendaraan lain di jalan raya. Waktu tempuh ke tempat Radi sejujurnya tidak lama. Walau gue harus menghabiskan waktu lima belas menit karena macet di beberapa titik.

Sampai di tempat Radi, gue segera memarkirkan motor. Bergegas menaiki anak tangga besi sampai terlihat lantai RadiOcafe yang lumayan ramai. Pengunjung hari ini lumayan, sejak ada varian menu kopi baru dan sedang ada promo. Gue mengedarkan pandang ke sekitar ruangan yang kebanyakan diisi oleh anak-anak muda.

Pasutri Satu Bimbingan√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang