32. Deka: Lebih Milih Kiara

4.3K 391 27
                                    

"Atas nama Mbak Kiara?" tanya seorang kurir yang baru saja mampir ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Atas nama Mbak Kiara?" tanya seorang kurir yang baru saja mampir ke rumah.

Gue mengernyit heran tatkala si kurir menyerahkan sebuah paper bag berwarna cokelat. Bergambar biji kopi di permukaannya. Mau enggak mau, gue menerima benda tersebut. Walaupun itu diperuntukkan buat si Bocil.

"Saya suaminya, Mas. Biar saya aja yang terima."

"Oh, ya silakan, Mas."

"Hm, kalau boleh tau, ini dari siapa, ya?"

Si kurir menunjuk permukaan paper bag. "Di sana tertera, Mas. Sekalian ada surat ucapannya," ungkap pria berhelm Classic hitam.

Sepeninggal kurir itu, gue menimbang paper bag di tangan. Aroma kopi yang kuat pun tercium perlahan. Sebenarnya enggak usah susah-susah ditebak. Gue sudah tahu pelakunya siapa. Maka gue bergegas menghampiri Kiara yang sedang memasak untuk makan siang kami.

Akhir pekan ini kami memang enggak ke mana-mana. Paling besok harus ke kampus untuk mendaftar ujian proposal. Agak deg-degan sebenarnya, tetapi ini langkah awal buat gue dan Kiara untuk segera angkat kaki dari kampus. Melihat kedatangan gue, Kiara menoleh singkat. Sebelum akhirnya kembali fokus pada masakannya. Aroma yang kuat dan membangkitkan nafsu makan pun tercium oleh indra pembau.

"Cil, lo dapet kiriman, nih."

"Kiriman apa?"

"Ya, lo lihat aja sendiri."

Kiara yang sibuk dengan spatula dan wajannya pun menjawab, "Bantu lihatin, Mas. Lo mau makan siang nggak?"

Tanpa merespons dengan ucapan, gue segera mengeluarkan isi dari paper bag. Rupanya ada dua bungkus bubuk kopi dengan aroma khas. Gue menghidu perlahan aroma kopi yang sepertinya akan nikmat begitu diminum. Puas melihat isinya, gue menarik selebar sticky notes berwarna cokelat, senada dengan paper bag.

"Gue baca, ya. Lo dengerin baik-baik," ucap gue memeringatkan. Kiara hanya mengangguk sekenanya. "Dear Kiara, gue harap lo udah terima pemberian gue, ya. Sebenernya, gue agak kesal karena lo nggak dateng memenuhi undangan gue. Tapi, mau gimana lagi? Gue juga nggak mau memaksa. Oh ya, acara launching coffee shop gue berjalan dengan lancar. Gue bener-bener berharap lo bisa datang ...." Gue berdecih sesaat. Menghadirkan tatapan sewot Kiara yang sudah siap menyajikan makanannya. "Ya sudah, nggak masalah. Gue bakal senang kalau lo mau menerima dan mencicipi kiriman gue. Dari ... Arga."

"Wah!" Kiara berlari kecil dari meja makan setelah menata hasil masakannya. Merampas paper bag dan catatan kecil di tangan gue. "Baik bener Mas Arga sampai mengirim ini segala. Gue nggak nyangka dia bakal ingat udah ngundang gue."

"Justru gue nggak heran, sih. Arga, kan, naksir lo. Ya, nggak salah kalau dia ingat."

"Oh, ya. Gue hampir lupa kalau dia naksir gue. Tuh, apa gue bilang, Mas? Apa artinya cewek-cewek ngehits, kalau ternyata dia lebih tertarik sama gue?" Kiara berujar sambil mengibas rambut jemawa. Menghadirkan tatapan sinis gue.

Pasutri Satu Bimbingan√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang