36. Deka: Failed

3.6K 375 18
                                    

"Argh! Sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Argh! Sakit ...."

Suara keras gue mengudara di kamar yang hening. Baru saja gue ikut memejamkan mata saat kami nyaris saja berciuman. Sialan! Si Bocil ngeselin itu malah menabrakkan jidatnya ke pangkal hidung gue. Alhasil di sanalah gue berakhir, menjerit-jerit di ujung kasur sambil memegangi wajah.

"Bocil, lo tega banget sama gue!"

"Aduh, duh ... Mas, maaf gue nggak sengaja." Biar begitu, Kiara mendekat dengan panik. Berusaha memegangi tangan gue hanya agar menyingkir dari wajah.

Gue mendongak, memandang Kiara yang tampak bersalah. Gila kali ini orang! Makan apa coba sampai tenaganya sekuat itu? Sampai-sampai hidung gue beran terasa sakit dan sedikit berdenyut akibat ulahnya. The power of jidat tertutup poni tipis.

Ekspresi kesal dan terluka langsung gue perlihatkan untuknya. Si Bocil Jelmaan Dora malah meringis melihat gue yang masih kesakitan. Nyari saja bibir kami bertemu dalam satu ciuman-atau mungkin kecupan singkat. Sayangnya, Kiara malah membenturkan jidatnya dan jelas-jelas ini bikin gue pengin mencekik dia. Astagfirullah! Gue bukan suami psiko.

"Mas, sori ... abisnya lo tadi kayak gitu. Gue udah bilang jangan aneh-aneh."

"Lo bener-bener, ya, Cil." Gue meraba permukaan hidung. Merasakan sesuatu yang hangat dan sedikit amis meluruh dari sana. "Darahhh! Aaa, gue pendarahan, Kiaraaa!"

"Mas, itu darah!"

"Bukan, ini pewarna buatan. Astagfirullah. Ya, iyalah ini darah, Bocil!"

Kiara langsung melompat dari kasur dan berlari menuju meja belajarnya. Ia kembali membawa segepok tisu dan menyodorkan selembar buat gue. Melihatnya panik, gue malah pengin mengisenginya.

Kapan lagi? Sudah gagal dapat first kiss, memang lebih baik gue iseng saja sekalian.

"Kayaknya ... ini bakal lama pendarahannya. Gimana kalau darah gue abis? Terus gue mati?"

"Please, deh. Jangan sebut pendarahan, dong. Kayak ibu-ibu hamil aja lo. Nggak bakal mati, makanya ini dipake dulu."

"Ini perbuatan lo, ya. Tanggung jawab! Lo udah bikin hidung gue berdarah, jadi bantu gue pakai tisunya."

Hehe, ini sih bagian modus, ya. Silakan ditiru.

Meski dia berdecak, tetapi tetap bergerak mendekati gue. Membantu memilin tisu dan menyumpal hidung gue dengan benda tersebut. Dia meringis ketika pandangan kami bertemu. Duh, lucunya! Raut khawatir Kiara tampak demikian kentara.

Bisa tidak kejadian beberapa waktu lalu diulang lagi. Reka adegan maksud gue. Mana tahu kita beneran kissing. Jangan, deh! Hidung mancung gue bisa patah gara-gara sundulan kepalanya yang entah dapat kekuatan dari mana.

"Mas, maaf. Tadi beneran nggak sengaja. Gue refleks aja."

"Segitu nggak maunya lo disentuh sama gue, ya?"

Pasutri Satu Bimbingan√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang