"Bentar, deh ... akhir-akhir ini lo sering banget sama Bang Deka. Gue jadi curiga." Mbak Erin mengusap dagu setelah meletakkan McFlurry Choco yang dipesannya.
"Ngomong apa, sih, Mbak? Kayak lo nggak tau aja gue sama Mas Deka kan satu bimbingan."
Mbak Erin mengangguk lagi. Akan tetapi terlihat jelas bahwa raut wajahnya belum puas dengan jawabanku. Beberapa hari sejak kami-aku dan Mas Deka-rutin bimbingan dengan Bu Nani, teman-teman Mas Deka sering banget menggoda kami. Maka tidak heran bukan? Jika Mbak Erin sekarang menanyakan hal yang sama?
Namun, aku enggan memedulikan ekspresi Mbak Erin yang tampak kentara memperlihatkan kecurigaan. Biarlah, toh selama hubungan kami tidak diketahui siapa pun, aku tentu tidak perlu merasa waswas. Lagi pula, akhir-akhir ini Jane kerap menemui Mas Deka dan mungkin sebagian temannya masih berpikir kalau mereka masih memiliki hubungan.
Sungguh! Aku tidak keberatan dengan apa pun yang orang lain katakan tentang Mas Deka dan Jane. Beda cerita kalau Mas Deka lebih sering meluangkan waktu dengan Jane dan lupa akan tugas akhirnya. Kalau keadaan sudah seperti itu, tentu aku akan angkat suara-bertindak.
" Kiara, malah bengong," tegur Mbak Erin.
Aku hampir menggigit bibir saat mengunyah potongan Cheeseburger Deluxe yang masih tersisa setengah. Kalau bukan karena Mbak Erin yang mengaku ingin memberikan traktiran, aku mungkin akan memilih makan di rumah ketimbang di McD. Oh ya, akhir-akhir ini skill memasakku sudah mulai berkembang. Tiap pagi aku dan Mas Deka selalu bisa menyempatkan untuk sarapan. Lelaki jangkung pemilik lesung pipi kecil itu pun tidak melayangkan protes lagi terhadap hasil masakanku.
"Gimana, Mbak?"
"Lo ... sama Bang Deka nggak cinlok, kan? Apalagi kalian satu bimbingan dan katanya tetanggaan. Kalian pasti sering berangkat bareng, kan?"
"Mbak, gue aja nggak pernah mikir sampai sejauh itu. Kenapa lo mikirnya gini, sih?"
"Heh, awas lo! Nanti beneran cinlok gimana?" Mbak Erin sampai menunjuk wajahku dengan sendok McFlurry. "Tapi, gue rasa Bang Deka masih pacaran sama Jane. Lengket banget beberapa hari ini. Gue sering melihat mereka di kantin."
"Biarin, lah. Asal nggak ganggu skripsinya aja."
"Ya, juga. Bang Deka tuh udah semester sebelas, tapi santai banget. Gue doain aja, deh, supaya dia bisa wisuda bareng kita. Biar bagaimana pun, dia kan bimbingan Pak Hamdan juga."
Perkataan Mbak Erin hanya aku balas dengan anggukan kecil. Kedua netraku kembali terarah pada kaca lebar McD. Melihat suasana jalan raya di bawah sana. Lamat-lamat kamuflase mataku tergantikan dengan wajah Mas Deka. Semalam dia pulang sekitar jam setengah dua belas malam dan aku terbangun karena suara berisik motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Satu Bimbingan√
RomanceKiara: Dia bukan tipeku meski ada yang bilang, dia menantu idaman. Dia berbanding terbalik dengan aku yang enggak banyak bicara. Sementara dia bisa saja talking too much 24 jam. Hanya saja, karena insiden konyol, kami malah hidup seatap selepas aka...