Katakan, bagaimana perasaan kecewa tidak menyergap dadaku ketika perbuatan Mas Deka membuat hubungan kami terungkap? Sungguh, aku belum terima sepenuhnya jika banyak orang tahu-apalagi teman-temanku-tentang hubungan kami. Apa kata orang-orang kalau di usiaku yang masih muda, justru harus menjadi seorang istri? Apalagi istri dari seorang Mahardika Sadajiwa, satu nama yang aku yakin pasti dikenal banyak orang di prodi. Bagaimana kalau hal ini sampai terdengar oleh dosen juga? Astaga! Bagaimana kalau itu Bu Nani dan Pak Hamdan?!Sudah berapa menit aku duduk termenung di depan kaca rias. Memandang lesu wajahku sendiri. Suara detak jam beker di atas meja menjadi satu-satunya suara yang membalas debas napas. Silir angin terbang membelai kulit lewat celah-celah kusen dan aku hanya bisa pasrah melawan sakit hati akibat tindakan Mas Deka. Dia berkhianat, berjanji akan menjamin Jane bisa menjaga rahasia, lalu apa sekarang? Aku benar-benar tidak habis pikir.
Biasanya aku tidak akan peduli kapan pun Mas Deka akan kembali. Namun, kali ini ketidakhadirannya mengusikku diam-diam. Aku melirik jarum jam dan sudah pukul sepuluh malam. Apa dia tidak ingat rumah? Tidak ingat akan revisi-revisinya?
"Udahlah, Ki. Apa peduli lo ke dia? Dia aja ingkar janji dan bikin lo kecewa. Stop mikirin Mas Deka yang belum tentu memikirkan lo juga!" Aku memperingati pantulan wajahku sendiri di depan cermin.
Baru saja dipikirkan, suara ribut kendaraan roda dua terdengar dari arah luar. Mas Deka! Aku bergegas ke arah kasur dan memilih untuk berpura-pura tertidur. Muak kalau sampai harus mendengar penjelasan atau maafnya. Kali ini dia sudah sangat keterlaluan.
Detik-detik berikutnya terlewat dan detak jantungku mendadak berpacu lebih kuat. Padahal seharusnya aku merasa biasa saja. Mengingat aku sedang marah atas kelakuannya. Suara pintu yang terbuka membuatku berpura-pura memejam dan langkah kaki Mas Deka terdengar mendekat. Ya ampun, jangan ... jangan ajak aku bicara sekarang, deh!
"Ki, maaf baru balik. Tadi abis ke kos Jane, buat tanya ke dia tentang gosip di prodi. Tapi, Jane nggak mau ngaku. Dia bilang nggak pernah ngomong ke siapa pun." Suara Mas Deka tertahan sesaat. Helaan napas mengudara dan aku masih tetap berusaha berakting dengan pura-pura tertidur. "Gue kenal Jane dan gue rasa dia nggak bohong."
Cih, dasar bucin goblok!
Aroma parfum Mas Deka sudah tidak tercium lagi. Black opium yang sempat menyergap indra pembau kini sudah menghilang dan aku memberanikan diri membuka mata sedikit. Mas Deka sudah menjauh ke arah tumpukan pakaian kotor di keranjang plastik. Lelaki tinggi itu membuka penutup tubuh bagian atasnya. Sialan! Aku segera memejam lagi. Sudah cukup rasanya melihat aurat Mas Deka selama beberapa kali. Aku tidak mau melihatnya lagi.
Sepeninggal Mas Deka ke kamar mandi, aku langsung menghela napas lega. Memikirkan ucapan Mas Deka tadi, aku bangkit dan bersandar pada tembok. Ternyata Mas Deka demikian percaya pada Jane. Apa dia sungguh mencintai Jane? Sampai-sampai tidak mau menaruh curiga padanya? Tidak percaya bahwa ini adalah ulah wanita licik itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Satu Bimbingan√
RomanceKiara: Dia bukan tipeku meski ada yang bilang, dia menantu idaman. Dia berbanding terbalik dengan aku yang enggak banyak bicara. Sementara dia bisa saja talking too much 24 jam. Hanya saja, karena insiden konyol, kami malah hidup seatap selepas aka...