Rodie benar-benar tertutup.Hari ini aku baru tahu dari Romeo kalau kemarin bapaknya Rodie (kakek Romeo) meninggal. Bahkan untuk kabar duka begini, Rodie tidak memberi tahu siapa pun di tempat kerjanya. Dunianya benar-benar sulit ditembus, bahkan oleh orang yang sehari-hari bersamanya.
Pantas saja sore ini aku melihat Rodie datang dengan langkah lemas. Dia berjalan pelan menyusuri lorong rumah sakit, seperti akan terjatuh kalau tertiup angin. Wajahnya muram, sementara ia terus menunduk dengan pandangan kosong.
Terkadang aku tidak mengerti betapa kuatnya Rodie. Seringkali aku melihat dia tetap praktek di detik-detik terakhir sebelum keberangkatannya ke luar kota atau pun luar negeri. Jika dia mengambil penerbangan jam delapan malam, maka jam empat sore dia masih menyempatkan untuk praktek seperti biasa.
Begitu pula ketika dia baru pulang dari luar negeri. Maka esoknya dia sudah praktek lagi. Orang lain mungkin dengan mudah izin tidak praktek dulu untuk beristirahat, tapi Rodie tidak. Aku sendiri tidak mengerti yang membuatnya bekerja sekeras itu. Mungkin karena dia memang orang yang tidak mudah melepas tanggung jawab. Atau dia perlu banyak uang untuk memenuhi kebutuhannya. Atau... aku pernah mendengar selintingan dia berkata, "Kasian pasien-pasien butuh berobat."
Lantas sekarang, ketika ayahnya meninggal, Rodie juga tetap praktek seperti biasa esoknya. Tanpa banyak bercerita tentang kesulitan atau kesedihannya.
Aku terpaku melihat dia berjalan pelan melewatiku. Kulihat pundaknya yang tampak lebih bungkuk, tubuhnya seperti lebih ringkih. Dia mungkin tidak berselera makan belakangan ini. Aku tidak bisa membayangkan yang dia rasakan. Ketika sedih, banyak pikiran, banyak persoalan, menghadapi kehilangan, tapi harus tetap bekerja seperti biasa. Dia... begitu kuat menjalani kehidupan.
"Prof Rodie keliatannya masih lemes," komentarku begitu Romeo keluar dari ruangan.
"Iya. Bapak kehilangan kakek banget. Kakek itu inspirasi hidup bapak. Bapak berminat jadi guru karena kakek. Bapak ingin seperti kakek. Kakekku guru SD. Hebatnya guru SD itu bisa biayain bapak sampai jadi guru besar. Itu hal yang selalu bapak bilang paling magis dalam hidupnya. Dan yah, akhir-akhir ini kakek emang sakit-sakitan. Sempet masuk rumah sakit ini. Terus pulang dan akhirnya kemarin kakek meninggal waktu tidur."
"Turut berduka cita ya, Dok."
"Iya, makasih, Teh."
Aku bahkan baru tahu kalau ayah Rodie sempat dirawat di sini. Dia benar-benar tidak ribut. Gerak-geriknya begitu sunyi, tak tersorot. Kalau profesor lain mungkin sudah sibuk mengumumkan bahwa sang orang tua dirawat di sini dan meminta perlakuan istimewa. Tapi Rodie tidak begitu, sehingga aku pikir semuanya baik-baik saja.
"Kakek dikubur di mana?"
"Di pemakaman umum belakang rumah sakit ini, Teh."
"Ah, ternyata deket. Maaf kemarin aku nggak ikut melayat, Dok. Aku baru tau kabarnya hari ini. Itu pun dari dokter."
Romeo memandang heran.
"Serius baru tau sekarang, Teh?"
"Iya. Prof Rodie emang setertutup itu ya? Sampai berita duka orang tuanya pun nggak dia kasih tau yang lain."
"Hah? Nggak kok. Bapak kemarin nelepon Enin Rini. Bapak kasih tau kabar ini dan minta Enin Rini ngasih tau yang lain. Kemarin Bu Rosy, A Gagan, Teh Itoh juga datang ke pemakaman kakek aku kok. Malah mereka sempet datang ke rumah juga."
Kukira Rodie yang tertutup, ternyata Enin Rini yang menyembunyikan berita ini dariku.
"Kamu sama sekali nggak dikabarin Enin Rini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pemeran Utama
RomanceAku mencintainya. Aku mengaguminya. Aku menginginkannya, tapi di sini aku bukan pemeran utama. 25/3/2023