🌼54🌼

2K 299 96
                                    


Hari ini Yati datang ke rumah sakit. Aku tahu dia pasti akan menemui Rodie. Mereka sepertinya memang rutin bertemu untuk membahas perkembangan anak spesial mereka atau entahlah. Aku tidak mau memikirkannya terlalu jauh.

"Halo Bu Enin. Halo Teh Itoh!"

Yati menghampiri dua orang itu di nurse station. Mereka berpelukan dan cipika-cipiki.

"Eh, Bu Bidan Yati! Gimana keadaannya, Bu? Sehat?"

"Saya sehat, Bu."

"Udah lama ya nggak ke RS. Terakhir bulan kemarin ya? Gimana keadaan Dede Sagara? Nggak dibawa ke sini, Bu?"

Cih, bisa sekali Enin Rini bermuka dua. Dia begitu sumringah dan antusias bertemu Yati, padahal kemarin Enin Rini baru saja membicarakan kejelekan Yati habis-habisan. Dasar ular kobra.

"Dede nggak dibawa. Dititipin sama suami saya aja di rumah, Bu. Tadinya mau saya bawa ke sini, tapi Sagara tidur. Ya sudah saya datang sendirian aja. Lagian Mas Rodie rutin datang jenguk anaknya."

"Gitu, Bu? Hebat ya Prof Rodie masih bisa meluangkan waktu di kesibukannya."

"Iya, saya juga salut. Padahal Mas Rodie sibuk banget, tapi buat Sagara apapun dilakukan soalnya Sagara anak kesayangan ayahnya!"

Aku sudah berusaha menerima kedatangan Yati dengan biasa, tapi pada akhirnya tetap saja aku selalu merasa terusik dengan aura negatif yang dia tebarkan. Sikap wanita ini secara alami selalu membuatku merasa terganggu.

"Mas Rodie masih lama ya, Bu?"

"Sepertinya sebentar lagi selesai. Beliau lagi kedatangan tamu dari perusahaan farmasi."

"Tadi Mas Rodie kelihatan sibuk nyiapin kado buat saya nggak, Bu? Masalahnya tadi pagi saya dapat kado ulang tahun. Dalam kado itu nggak ada nama pengirimnya. Cuma ada pesan seperti ini, saya menunggu jam selesai praktek kamu untuk kirim kado ini. Selamat ulang tahun, wanita terkuat."

"Waduh. Romantis sekali ya. Berarti pengirimnya orang yang tau jam praktek Bu Bidan Yati itu, Bu!"

"Iya, makanya saya curiga ke Mas Rodie. Kan dia yang dulu mengatur jam praktek di klinik saya. Saya tanya ke suami saya, apa dia yang ngirim saya kado? Kata suami saya, bukan. Ampir saja saya bertengkar sama suami saya, Bu. Untungnya saya bisa merayu dia supaya nggak ngambek. Saya bilang, bukan salah saya kalau banyak lelaki yang suka sama saya! Bukan saya yang genit, tapi memang lelaki-lelaki itu aja yang ngejar-ngejar saya."

Aku melirik jengah ke arah Yati. Dia sedang menjelaskan dengan penuh percaya diri. Cih! Memangnya dia tidak sadar diri kalau dia disukai lelaki hanya karena dadanya yang sebesar kelapa?! Di samping itu, wanita ini tidak ada kelebihan sama sekali....

"Pusing ya kalau banyak disukai laki-laki?" tanya Enin Rini.

"Iya, saya pusing banget sampai sering bertengkar sama suami saya. Banyak banget yang suka sama saya, kata dia. Dia cemburu berat. Sama seperti Mas Rodie dulu. Mas Rodie juga pecemburu berat. Dia selalu aja uring-uringan kalau saya dideketin laki-laki lain. Saya sampai pusing liat kecemburuan Mas Rodie."

Hah? Bukannya terbalik?! Yang ada Yati yang selalu uring-uringan karena cemburu pada Rodie. Mana pernah seorang Rodie cemburu pada Yati. Dasar halu.

"Eh, itu tamu Prof Rodie sudah keluar."

"Kalau gitu saya ke ruangan Mas Rodie dulu ya!" pamit Yati.

Wanita itu tidak pernah berubah. Dia tidak pernah sadar diri. Baru beberapa menit saja dengan Yati sudah sungguh menguras energiku. Tingkahnya benar-benar di luar nalar.

Bukan Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang