Satu hal yang luput dari perhatianku.Tentang sikap Enin Rini yang selama ini selalu jahat padaku, kukira karena dia memang jahat. Tapi ketika kupikirkan lebih matang, alasannya mungkin saja karena dia cinta pada Rodie. Sehingga wanita itu akhirnya sangat membenciku.
Tidak terbesit sedikit pun di benakku kalau seorang Enin Rini yang usianya jauh lebih tua dari Rodie, menaruh rasa pada Rodie. Rasanya mustahil.
Tapi... lama kelamaan aku mulai menyadari hal yang tak biasa.
Sore ini aku sedang duduk di nurse station ketika Rodie datang. Lelaki itu mengenakan kemeja lengan panjang berwarna abu-abu. Selepas Rodie melintas, kulihat Enin Rini menepuk lengan Itoh dengan rekam medis pasien dengan gelagat salah tingkah. Tak cukup sampai di situ, Enin Rini juga mencubit pinggang Itoh sebelum akhirnya Enin Rini memasuki ruangan Rodie.
"Awww, sakit banget," ringis Itoh.
"Kenapa?"
"Ini. Bu Enin nyubit aku keras banget, Na."
"Kok dia nyubit?"
"Iya, dia repot sendiri waktu liat Prof Rodie pake baju yang warnanya sama kayak dia. Dia bisik-bisik, ah, kan bajunya sama lagi. Padahal ibu asalnya mau pakai baju warna biru. Tapi batal. Ibu pilih warna abu-abu. Eh, ternyata kembaran sama Prof Rodie. Gitu katanya, Na."
"Oh, gitu."
Aku mengangguk-angguk sambil menyadari kalau tadi Enin Rini memang memakai baju kelabu seperti Rodie. Aku tidak menyangka kalau Enin Rini bisa salah tingkah begitu sampai mencubit Itoh keras-keras. Cih, centil sekali.
"Kayaknya Enin Rini suka sama Prof Rodie ya, Toh?"
"Nggak tau. Iya mungkin. Dia selalu salting kalau bajunya samaan sama Prof Rodie. Dia juga selalu cerita tentang kejadian di ruang praktek. Kayak, Toh, Toh, tadi ibu ampir tabrakan sama Prof Rodie. Tadi ibu begini-begitu. Aku nggak bisa terlalu percaya ya, Na. Soalnya kan aku nggak liat langsung. Bisa aja dia cuma ngarang."
"Pantesan Enin Rini selalu cerewet kalau aku pulang telat. Dia selalu aja nanya, Nana belum pulang? Seolah-olah dia takut banget Prof Rodie ketemu aku. Bahkan Enin Rini pernah nyegat aku waktu aku mau ganti sepatu ke ruang ganti dan otomatis ngelewat ke pintu ruangan Prof Rodie. Seolah-olah aku nggak boleh lewat situ dan dilihat Prof Rodie."
"Serius, Na? Itu kan hak kamu mau pulang jam berapa dan mau lewat mana! Ya ampun. Masuk akal sih. Kayaknya dia emang suka sama Prof Rodie," timpal Itoh berapi-api.
"Lagian siapa sih di dunia ini yang nggak suka sama Prof Rodie? Pasien aja pada nge-fans sama Prof Rodie. Apalagi Enin Rini yang setiap hari ketemu dan ngerasain gimana bijak serta mengayominya Prof Rodie," kata Itoh lagi.
"Iya," jawabku pendek.
Lelaki itu memang banyak sekali yang menyukai. Bisa dibilang, akulah penggemarnya yang paling beruntung karena bisa dicintai balik olehnya. Di saat yang lain sulit sekali mendekati Rodie.
"Tau nggak? Enin Rini memang kadang bicara hal-hal mesum tau, Na. Dia kan udah lama menjanda. Mungkin dia rindu sentuhan lelaki."
"Hah?! Dia bicara apa emang, Toh?"
"Iya, dia bilang: Enak ya Itoh mah masih ada suami. Masih ada yang meluk tiap malem. Kayaknya dia juga ingin dipeluk tiap malem deh, Na."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pemeran Utama
RomanceAku mencintainya. Aku mengaguminya. Aku menginginkannya, tapi di sini aku bukan pemeran utama. 25/3/2023