🌼31🌼

2K 270 67
                                    


Sore ini aku, Rodie dan Issa berkumpul di rumah mereka untuk membicarakan acara pesta pernikahan. Akhirnya tanggal telah kami tetapkan setelah diskusi alot dalam beberapa kali pertemuan. Detail seperti gedung, dekorasi, pakaian pengantin, hingga katering juga telah dipilih. Semuanya telah Rodie bayar lunas dibantu dana sponsor dari perusahaan farmasi yang bekerja sama dengan Rodie.

Pantas saja kemarin ketika Rodie selesai praktek, aku melihat medical representative (medrep) mendatangi ruangannya. Mereka berdiskusi panjang. Sayup aku mendengar Rodie melakukan negosiasi dengan nada yang penuh taktik. Suaranya berat dan serak, terdengar penuh tawaran sekaligus ancaman. Lelaki itu memang paling bisa berpolitik.

"Pestanya kapan, Prof?"

"Bulan depan. Bisa? Terserah perusahaan kamu mau ikut berpartisipasi atau tidak. Kalau tidak bisa, ya sudah. Saya tidak memaksa. Saya dengan perusahaan farmasi yang lain saja."

"Jangan, Prof. Akan kami usahakan untuk berpartisipasi di pesta pernikahan Prof Rodie. Nanti beri tahu saja dana yang dibutuhkannya berapa. Segera saya ajukan ke kantor. Akan acc secepatnya kalau untuk Prof Rodie. Tapi, jangan lupa obat dan vitamin kami ya, Prof. Penjualannya dikencangkan lagi."

"Penjualan bulan kemarin bagus kan?"

"Wah, bagus sekali. Vitamin kami keluar banyak. Terima kasih banyak, Prof!"

Pantas saja Rodie bisa dengan mudah melunasi semua keperluan pesta pernikahan yang Issa gadang-gadang akan jadi acara yang mewah. Ternyata ini salah satu rahasianya. Rodie meski berwajah polos, kadang planga-plongo, tapi dibalik itu semua otaknya bekerja penuh strategi.

"Bapak, cukur rambut! Sudah berantakan gitu."

"Iya, Bun. Nanti bapak cukur rambut. Tadi mau cukur rambut, tapi barbershop-nya tutup. Sudah terlalu sore."

"Kan bisa di tempat lain, Pak. Yang penting cukur rambut supaya rapih. Lihat rambut sudah gondrong begini."

"Takut tidak cocok. Mau yang di tempat biasa saja."

"Kebiasaan. Pokoknya besok kalau ketemu bunda harus sudah rapih ya."

"Iya, Sayang."

Aku menyaksikan pemandangan itu ketika berkumpul dengan Issa dan Rodie di ruang tengah usai berdiskusi. Rasanya seperti melihat seorang suami yang takut istri. Issa mengomel tentang penampilan Rodie. Rodie menurut tanpa balas melawan dengan kegalakan yang sama (padahal Rodie adalah konsulen tergalak di RS dan di kampus).

Hmm, sekarang aku mengerti kenapa Rodie bisa berpenampilan sangat gagah, rapih dan tampan. Ini pasti andil besar Issa yang cerewet. Wanita itu tegas sekali. Dia bahkan mengancam Rodie untuk berpenampilan rapih kalau besok mereka bertemu.

"Bapak mah gitu. Kalau sudah langganan di satu tempat, pasti tidak mau coba-coba ke tempat lain. Dia lebih milih nunggu besok daripada pergi ke tukang cukur lain. Padahal menurut kita sama saja ya? Eh, bapak mah nggak gitu! Teguh pendirian harus ke barbershop yang sama. Udah ada sepuluh tahun dia ke barbershop itu. Nggak mau diganti sama sekali sebelum barbershop-nya bangkrut," gosip Issa ketika Rodie beranjak dari ruang tengah, meninggalkan kami untuk ke kamar mandi sejenak.

"Iya, ya, Bun? Aku juga baru sadar setelah hidup bareng Prof. Semua barang pribadinya pasti menetap satu merk. Merk pulpen nggak mau ganti. Roti cuma mau Sari Roti. Air minum wajib Aqua. Nggak mau coba-coba merk lain. Tandanya dia orang yang setia."

Bukan Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang