Rodie mencintai Issa dengan cinta yang amat besar. Lelaki itu rela mengusahakan apa pun demi membahagiakan Issa. Terbukti dari betapa banyak foto liburan mereka yang terpajang di dinding. Foto-foto itu yang aku lihat sepanjang berjalan menyusuri ruangan ketika berkunjung ke rumah mereka.Mereka pasti menghabiskan banyak uang untuk berbagai perjalanan yang telah mereka lalui.
Hebat, ya?
Rodie bekerja keras untuk mengumpulkan uang dan membahagiakan Issa. Bahkan nyawa pun aku yakin akan Rodie berikan demi Issa.
Mereka suami istri. Sudah pantasnya seperti itu. Mungkin beberapa orang akan berkata demikian. Tapi tidak semua suami bisa royal pada istri. Tidak semua suami juga mau bekerja keras demi istri. Jadi bagiku yang Rodie lakukan adalah hal yang luar biasa hebat.
Terlebih aku tahu Rodie adalah tipe orang tertutup, tapi dia rela menghabiskan waktu menjelajahi dunia dan bertemu keramaian demi menyenangkan hati Issa.
Aku juga bisa menilai dari penampilan Issa yang indah dan terawat, bahwa itu pasti manifestasi kehidupan membahagiakan yang telah Rodie berikan selama ini.
Begitulah cara Rodie mencintai Issa di mataku.
Sementara padaku? Sampai saat ini aku masih menerka-nerka. Jika Rodie memang menyayangiku, tapi hal-hal kecil seperti: mengantar pulang tanpa harus merajuk dulu, membelikan barang tanpa diminta, meluangkan waktu untuk bertemu, semua bentuk kasih sayang itu tertuju untuk Yati. Aku tidak tahu dapat bagian hati Rodie yang seperti apa.
Drrrt drrrt drrrt.
Panjang umur. Lelaki yang kupikirkan meneleponku. Segera saja aku mengangkatnya sambil menepi ke ruang loker.
"Halo?"
"Halo. Iya, ada apa?"
"Non, tadi ada kecelakaan di jalan yang biasa kamu lewati kalau ke rumah sakit. Pengendara motornya meninggal di tempat karena senggolan dengan mobil."
"Inalillah. Beneran, Prof? Kapan kejadiannya?"
"Tadi pagi, Non. Saya jadi ingat kamu. Hati-hati di jalan, ya. Nanti pulang kerja lebih baik jangan naik motor dulu. Naik mobil saja dengan Pak Tarno."
Aku sudah terharu karena dia mengingatku. Berarti dia mengkhawatirkanku. Akan tetapi semua itu runtuh ketika dia menyerahkan tugas mengantar pada Pak Tarno. Masalahnya, aku kurang nyaman kalau harus dengan Pak Tarno. Soalnya waktu itu dia pernah menawariku untuk diantar pulang olehnya. Apalagi Pak Tarno pernah beberapa kali menanyaiku pada Itoh. Sampai sekarang aku masih risih.
"Enggak usah, Prof. Aku tadi bawa motor ke RS."
"Pulangnya diantar Pak Tarno saja."
"ENGGAK MAU!"
Cih, dia memaksa dengan nada tenang. Tapi aku jadi sangat muak dan memberontak. Memangnya dia tidak mengerti kalau aku hanya ingin pulang dengannya? Minimal ada dia di mobil menemaniku disupiri Pak Tarno!
"Kenapa tidak mau? Bahaya, Non. Mana sekarang sedang musim hujan. Apalagi tadi sudah ada yang kecelakaan. Coba kamu turuti perkataan suami biar selamat. Saya tidak mau kamu kenapa-kenapa karena tidak menuruti perkataan saya. Kalau saya ijinkan, kamu boleh berangkat. Kalau tidak berarti tidak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pemeran Utama
RomanceAku mencintainya. Aku mengaguminya. Aku menginginkannya, tapi di sini aku bukan pemeran utama. 25/3/2023