🌼40🌼

2.1K 311 62
                                    


Langkahku melambat ketika melihat Yati ada di nurse station. Rasanya aku ingin sekali balik kanan, kembali pulang, tapi tidak mungkin. Mau tidak mau aku harus menghadapinya.

"Eh, Nana," sapa wanita itu basa-basi. "Dines sore, Na?"

"Iya, Bu!"

"Saya abis nganterin Mas Rodie praktek. Ikut duduk sebentar di sini ya. Saya mau istirahat dulu. Soalnya di luar pasti masih macet."

"Oh."

Aku tahu itu pasti hanya akal-akalan Yati saja. Entah apa yang akan dia lakukan.

"Aduh, Mas Rodie mah kalau mau pergi praktek tuh pasti aja drama. Nanyain di mana kunci mobil?!Makanya kunci mobilnya saya satukan sama kunci rumah kayak gini. Kan adem. Nggak akan ngomel-ngomel lagi," gerutu Yati sambil memperlihatkan gantungan kunci yang penuh.

Aku hanya melirik sekilas.

Cih, dia berlagak seolah itu mobilnya. Padahal aku tahu itu mobil peninggalan Alm Issa.

Wanita itu kembali bercerita pada Enin Rini dan Itoh.

"Dasar kolot ya? Ada-ada aja kelakuannya. Kalau lagi di perjalanan juga mengabari saya seperti anak muda. Mas Rodie ngirim foto diri sambil ngechat: saya pulang, Yang. Berikut yang kelihatan di foto cuma bayangannya di dalam mobil."

"Hahaha, ada-ada aja kelakuan Prof Rodie!"

"Emang, Bu Enin. Kata orang-orang Mas Rodie cuek. Tapi sama saya mah manja banget!"

"Iya beda atuh, Bu. Kan Bu Yati mah istrinya. Jadi pasti manja ke Bu Yati."

"Tapi senangnya sama Mas Rodie itu dia loyal sama istri. Apa pun Mas Rodie berikan ke istri. Bahkan tanpa saya minta pun sudah diberi. Dia mah lebih banyak memberi daripada saya. Saya jarang atau bahkan nggak pernah ngasih Mas Rodie hadiah. Selalu saja Mas Rodie yang ngasih saya. Yang lebih cinta biasanya memang selalu lebih banyak memberi ya, Bu?"

"Iya, Bu Yati. Kalau memang sudah rela memberi berarti dia memang sayang."

"Mas Rodie memang langsung kasih saya tas waktu lihat tas saya robek. Padahal saya nggak minta. Dia juga sering tiba-tiba ngasih saya cokelat atau bunga. Kemarin saya juga dibelikan jam tangan. Padahal rencananya saya yang mau belikan dia jam tangan karena jam tangannya hilang. Eh, dia malah membelikan saya jam tangan. Saya mau gantikan uangnya, tapi Mas Rodie menolak. Biar dibayar dia saja katanya."

"Aduh, romantis sekali ternyata Prof Rodie ke istrinya ya. Ibu kira dia memang cuek seperti ke perempuan lain."

"Eh, nggak, Bu! Ke saya mah selalu perhatian. Malahan mah selalu cunihin!" (Mesum)

Enin Rini dan Siska tertawa-tawa. Sementara aku sibuk mempersiapkan rekam medis pasien.

"Kemarin juga Mas Rodie ngirim surat cinta waktu saya ulang tahun. Mau liat isinya?"

"Mau mau!

"Iya! Penasaran kayak gimana kalau Prof Rodie romantis!"

Enin Rini dan Itoh menyambut heboh.

"Ini. Saya bacain aja ya.

Selamat ulang tahun perempuan terhebat. Perempuan paling kuat. Perempuan yang saya sayangi. Semoga apa yang kamu harapkan selalu terkabul.

Sampai saat ini saya masih selalu ingat waktu saya mengantar kamu pulang bekerja di Bandung. Meski itu tidak bisa dikatakan momen kita karena ada Ramina. Tapi akhirnya saya bisa mengantar kamu pulang setelah selama ini kamu selalu pulang naik kendaraan umum di Jakarta. Itu momen yang nggak akan saya lupakan, Mom. Saya bahagia sekali bisa mengantar kamu pulang."

Bukan Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang