🌼25🌼

2.1K 317 103
                                    


Aku mendapat kabar bahwa kereta api dari Bandung menuju Jakarta anjlok dalam perjalanan. Ratusan penumpang luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit. Berita itu jadi topik utama di televisi nasional.

Sementara itu di instagram beredar video kecelakaan beruntun di tol cipularang dari Bandung menuju Jakarta. Lima mobil mewah menubruk truk yang hilang kendali. Salah satu mobil sedan masuk ke kolong mesin dan ringsek parah. Kecelakaan itu merenggut sebelas orang korban jiwa dan tiga orang luka-luka.

Aku tercenung ketika menyaksikan semua berita yang beredar siang ini. Kukerjapkan mata berkali-kali dengan tubuh yang berkeringat setelah demam tadi pagi.

"Prof?"

Lelaki di sampingku ikut tertegun membaca berita yang kutunjukan. Bibirnya tak mengucapkan apa pun selain menciumi kepalaku. Kami bahkan masih ada di posisi yang sama seperti tadi pagi ketika dia memelukku untuk menurunkan suhu tubuhku.

Kuusap lengannya yang tengah mendekapku. Tak terbayang kalau dia ada dalam perjalanan itu. Mungkin aku dan anakku akan sungguh kehilangannya.

"Pantes tadi saya bilang sama kamu, tumben sekali kamu kayak gini. Biasanya kamu nerima aja kalau saya pergi ke Jakarta. Tapi tadi kamu mendadak manja. Nggak kayak biasanya. Mungkin karena ini ya, Sayang?"

"Aku juga nggak tau, Prof. Pokoknya dari kemarin malem aku ngerasa berat banget ngelepas Prof pergi. Hati itu kayak nggak mau ditinggal. Mungkin ini firasat seorang istri kali ya?"

"Iya, Non. Makasih ya. Memang ajaib sekali. Tiba-tiba kamu juga demam. Tadi saya mikir, kenapa kamu jadi begini. Saya sulit kalau kamu kayak gini. Sempat sebal juga. Tapi ternyata di balik itu semua ada kebaikan."

"Sebal?!"

Kudorong tubuhnya menjauhiku.

"Sampai sebal sama aku ya? Saking ingin ketemu Yati? Ya udah pergi aja sekarang. Nggak apa-apa."

"Eh, nggak gitu maksud saya, Non."

"Udah. Sana! Nggak mau deket-deket!"

Aku mundur ketika dia berusaha mendekat.

"PERGIIIII!"

"Ssst, eh. Jangan kayak gini."

"Kan tadi katanya sebel waktu aku manja? Ya udah sekarang pergi aja ke Jakarta. Aku nggak akan larang."

Aku menyibak selimut dan turun dari ranjang. Kuikat rambutku biar tidak semakin gerah.

"Non, bukan kayak gitu maksud saya."

"Jadi apa maksudnya? Kan tadi Prof sendiri yang bilang. Awalnya sebel. Aneh ya. Istri sendiri manja, itu pun bawaan hamil anaknya, tapi sebel. Jadi nggak boleh manja ya."

"Maksud saya itu kalau kamu kayak gitu terus, akan sulit kehidupan rumah tangga kita berempat, Sayang. Saya juga kan harus berlaku adil sama Yati. Bukan berarti—"

"Oh, ya udah. Pertanyaannya, berarti nanti aku manja sama siapa kalau memang nggak boleh manja sama suami sendiri? Manja sama Trifan nggak apa-apa?"

"Nggak boleh. Maksud saya bukan ke situ."

"Kalau gitu, sekarang aku nggak akan manja lagi. Jaga jarak aja kayak biasa. Nggak usah deket-deket."

"Non..."

BRAAK!

Aku menutup pintu kamar mandi di depan mukanya. Di dalam sini kunyalakan air hangat untuk memenuhi bath tub. Aku akan mandi karena tidak nyaman dengan banjir keringat semenjak demamku turun. Kuisi bak dengan sabun yang wangi bunga. Kunyalan lilin aroma terapi di sisian bak. Setelahnya kumasukan kakiku perlahan terlebih dahulu, lantas seluruh tubuhku untuk berendam.

Bukan Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang