🌼21🌼

2.2K 295 69
                                    


Pasien Romeo menjelang pergantian shift ini tidak terlalu ramai. Aku bahkan sempat bertahan lama di nurse station untuk bersantai karena belum ada pasien lagi. Sekitar jam dua lebih tiga puluh menit, seorang kakek datang untuk berobat. Hanya tiga puluh menit lagi sebelum jam tutup. Aku harus memikirkan durasi waktu pasien diperiksa. Jadi kuperkirakan mungkin akan menerima satu pasien lagi saja kalau ada yang datang lagi. Sisanya akan kuarahkan untuk berobat pada sesi praktek berikutnya di jam empat sore.

Aku memikirkan itu sembari berjalan menuju ruangan Romeo untuk menyerahkan rekam medis pasien. Aku memang harus punya kemampuan memperkirakan kapan pasien terakhir diterima supaya pelayanan dokter bisa selesai tepat waktu. Sebab kebanyakan dokter punya praktek di tempat lain setelah praktek di sini.

"Dok, ini pasien baru—"

Ucapanku tercekat ketika membuka ruangan Romeo. Topik yang tadi sedang kupikirkan juga ikut buyar.

Kulihat Siska sedang berlutut di depan kursi Romeo sembari memasukan kelamin pria itu ke dalam mulutnya.

Mereka juga tidak kalah kaget melihat kedatanganku yang tiba-tiba. Masalahnya aku langsung masuk ke ruangan Romeo karena kupikir tidak ada kejadian apa-apa di dalam sana. Siapa yang menyangka kalau mereka sedang melakukan itu semua?!

"Eh, Maaf."

Siska langsung bangkit. Romeo juga menaikan celananya buru-buru. Mereka bubar dengan raut panik.

"Teh Nana! Teh!"

"I-Iya?"

"Teh Nana, jangan kasih tau bunda ya."

"Hah?"

"Jangan kasih tau bapak sama bunda ya, Teh. Aku mohon. Jangan kasih tau mereka."

"Tapi dia kan nggak kenal orang tua kamu, Meo," bisik Siska.

Rasanya aku masih linglung. Jadi aku cuma terbengong dan perlahan melangkah mundur. Kututup kembali pintu ruangan diiringi derap jantung yang tidak karuan saking kagetnya.

Apa itu tadi?

Aku berdiri di luar ruangan sambil berusaha mengatur napas. Jari-jariku terasa dingin bergetar karena kaget.

Aku tidak menyangka kalau mereka nekat melakukan itu semua di tempat kerja. Yang lebih parah lagi, Romeo dan Siska sama-sama sudah menikah, bahkan memiliki anak.

Dulu Romeo memang sempat menjaga jarak dari Siska karena teringat Issa. Katanya dia tidak ingin menyakiti hati perempuan karena ingat sang ibu. Tapi sekarang rupanya skandal itu kembali dilanjutkan.

Tak lama dari itu, Siska keluar ruangan tanpa menyapaku. Dia berderap cepat ke arah kamar mandi.

Mengetahui di dalam tinggal Romeo sendiri, aku pun memberanikan diri untuk masuk dan meletakkan rekam medis pasien di meja pemuda ini.

"Maaf ya buat yang tadi. Tolong jangan laporin aku sama Siska ke bapak sama bunda ya, Teh. Aku takut sama mereka. Mereka pasti marah besar sama aku. Bunda pasti minta aku pindah dari rumah sakit ini buat jauh-jauh dari Siska."

"Aku nggak bisa janji, Dok."

"Teh, tolong."

"Jujur ya, Dok. Menurut aku perbuatan kalian tadi udah di luar batas. Ya udah. Jangan dulu dibahas. Sekarang pasien aja dulu."

Aku meninggalkan Romeo yang masih berwajah khawatir di ruangan. Terlihat jelas bahwa Romeo sangat takut pada orang tuanya yang galak dan tegas. Semua anak Rodie dan Issa tampaknya seperti itu.

Setelah kejadian itu aku terdiam di nurse station sambil merenung. Aku tidak mengerti mengapa bisa seorang Rodie yang dingin pada wanita, justru memiliki anak super genit seperti Romeo.

Bukan Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang