🌼4🌼

2.9K 309 19
                                    


Yang membuatku menyukainya adalah justru karena dia tidak mempedulikanku sama sekali.

Aku bersyukur dia terlahir sebagai lelaki dingin. Harga dirinya yang mahal itu justru membuat hatiku tenang. Aku merasa sangat tentram mengetahui dia tidak akan menyelengkuhi istrinya untuk wanita lain.

Hari ini adalah hari terakhirnya praktek sebelum cuti berbulan madu ke luar negeri selama tiga minggu. Aku ingin memanfaatkan detik-detik terakhir ini. Bukan dengan ucapan salam perpisahan atau hal mewah lainnya. Aku hanya ingin menatapnya dengan lancar tanpa gugup.

Tapi, begitu saatnya tiba... aku hanya bisa terdiam kaku. Aku tidak pernah bisa mengarahkan pandanganku padanya. Mataku melirik ke arah lain tanpa bisa diajak kompromi. Hingga tahu-tahu saja Rodie sudah melintas pergi, jauh meninggalkan tempatku. Menyedihkan ya? Untuk sekadar menatapnya saja aku selalu gagal.

"Eh, Teh Na! Aku pulang duluan ya!"

Aku tersentak dari lamunan. Rupanya Romeo pamit.

"Oh, iya, Dok."

Pemuda ini keluar ruangan bersama Siska yang juga sudah siap pulang.

"Aku juga duluan ya, Na."

"Kamu pulang bareng dokter Romeo?"

"Iya. Soalnya searah. Ini dokter Romeo sekalian mau lanjut praktek ke tempat lain. Jadi sekalian aja."

"Oh, gitu. Hati-hati di jalan ya, Sis!"

"Iya, Na. Bye!"

Aku melihat mereka pergi berdua sambil bercanda di lorong rumah sakit. Sesekali Romeo mencubit tengkuk Siska. Wanita itu membalasnya sementara mereka tertawa-tawa.

Pemuda itu... sangat berbeda dengan ayahnya.

Romeo sangat pandai bergaul. Dia mudah akrab dengan siapa pun. Waktu itu aku pernah mencari makan berdua ke kantin dengannya. Dia sibuk menyapa semua orang yang kami lalui. Bahkan seorang pedagang pempek yang suka keliling RS pun dia sapa. Berbanding terbalik dengan ayahnya yang lebih banyak diam jika tak disapa duluan.

Sikap Romeo yang tak segan bersentuhan dengan wanita juga sangat bertolak belakang dengan ayahnya. Lihat saja tadi. Dengan luwes dia bersenda gurau dengan Siska seolah tak ada batasan. Tengkuk Siska dicubit, lengannya disenggol, dan sentuhan fisik lainnya.

Prof Rodie?

Tidak mungkin begitu. Jangankan untuk beradu kulit, untuk melirik lawan jenis pun tidak pernah.

Mereka berbeda sekali ya?

Seperti berasal dari genetik yang bertolak belakang. Padahal Romeo sudah jelas darah dagingnya. Wajah mereka mirip. Susunan gigi kecil mereka juga tampak serupa. Tapi sikap mereka amat bertolak belakang.

Dari sekian kejadian yang kulalui, Rodie memang sangat erat memegang aturan agama. Dia tidak pernah genit. Bicara pun hanya seperlunya. Enin Rini bahkan pernah ditegur ketika meninggalkan Prof Rodie berdua bersama pasien di ruangan.

"Teh, ulah ninggalkeun abi duaan jeung pasien." (Teh, jangan ninggalin saya berdua sama pasien)

Enin Rini tidak banyak membantah atau pun bertanya. Dia menuruti permintaan Rodie hingga detik ini. Tak sekali pun dia meninggalkan Rodie berdua dengan pasien lagi.

Aku melamun cukup lama memikirkan itu.

Kenapa Rodie sampai melakukannya? Apa alasannya?

Mungkin Rodie melakukannya karena pernah ada pasien yang memfitnahnya waktu berdua di ruangan? Mungkin Rodie tak ingin difitnah lagi. Tapi kapan kejadiannya? Siapa orangnya sampai Rodie bisa sedemikian trauma ditinggalkan berdua dengan pasien? Tapi mungkin juga tak begitu ceritanya. Mungkin dia melakukannya sederhana karena dia mengerti kaidah pernikahan.

Bukan Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang