Setiap melihat Rodie dari kejauhan, aku selalu merasa kalau lelaki itu sangat sulit kugapai. Hari ini aku melihatnya sedang berjalan dengan dokter anak di rumah sakit. Sepertinya mereka baru selesai menangani persalinan yang sulit, kalau kulihat dari seriusnya wajah mereka ketika berdiskusi.Belakangan aku menemukan di unggahan instagram kalau mereka baru saja berhasil memulangkan bayi berbobot 1700 gram yang telah dirawat intensif selama enam puluh hari.
"Alhamdulillah. Dede sekarang udah bisa pulang dan kumpul sama mama papa. Makasih buat kerja kerasnya para perawat, Prof @RodieMarodie sp Og dan dr @GunawanP sp A yang sudah luar biasa membantu dari persalinan sampai detik ini🙏🏻🙏🏻"
Lelaki mesum itu rupanya sudah berhasil menyelamatkan anak orang. Aku terkadang berpikir dia adalah lelaki yang buruk, tapi di sisi lain dia berhasil menyelamatkan banyak nyawa setiap harinya.
Ketika melihat Rodie berjalan di lorong rumah sakit, diikuti murid-muridnya, aku menyadari kalau lelaki itu sosok yang sangat hebat. Rasanya seperti sulit sekali tersentuh. Melihat betapa tinggi kedudukannya, terkadang aku berpikir kalau aku tidak akan pernah bisa mendapatkan Rodie. Dia memang seperti bintang. Selain punya otak yang cerdas, Rodie juga punya penampilan fisik yang sangat menggiurkan. Wajahnya tampan, kulitnya bersih, tubuhnya tinggi dan kokoh, burungnya besar. Sempurna.
Aku menopang dagu dengan mata yang terus mengikuti pergerakan Rodie di koridor dari ujung sampai masuk ke poli Obgyn dan tak terlihat lagi.
Setidaknya aku bisa melihat Rodie melintas meski sekilas. Selesai dari itu, aku bisa mengemas barangku dan pulang dengan tenang.
"Eh, Nana. Mau ke mana? Tungguin sampai jam delapan, Na. Beres dines ada acara makan-makan malem tahun baruan. Prof Rodie sama Dokter Erwin yang traktir."
"Nggak ah, Toh. Aku nggak ikutan. Kasian anak aku di rumah pada nungguin."
"Hmm, iya ya. Susah juga ya, Na. Padahal kayaknya Prof Rodie ngadain acara ini biar ketemu kamu deh."
"Cih, mana ada. Kamu kan juga tau, Toh. Aku nggak pernah kebagian apa-apa dari Prof Rodie tiap ada acara."
Itoh hanya diam, mungkin karena dia sadar kalau aku tidak pernah dapat oleh-oleh, bingkisan, atau apa pun dari Rodie.
Segera saja aku merapikan nurse station, sebelum menuju ruang ganti. Saat itu Liesa datang membagikan bingkisan kecil kepada Itoh, Enin, Siska dan yang lain.
"Ini oleh-oleh dari Uzbekistan," katanya.
Aku tahu keadaannya jadi tidak nyaman, jadi aku bersiap bangkit dan segera menuju ruang ganti. Tapi rupanya tidak semudah itu.
"Aduh maaf ya. Nana nggak kebagian. Bagasi saya nggak cukup. Padahal tadinya oleh-oleh dari Uzbekistan mau dibawa saya dan Prof Rodie. Tapi karena Prof Rodie batal berangkat, jadi saya hanya mampu bawa oleh-oleh sedikit."
Aku hanya tersenyum kecil.
Benar dugaanku kalau wanita ini berusaha memojokkan aku biar aku merasa bersalah. Tapi aku akan selalu punya cara untuk menghadangnya.
"Di Uzbekistan lagi musim dingin ya, Dok?"
"Iya. Saya sempat main salju. Kamu tau, Na?"
"Oh." Aku mengangguk-angguk. "Aku cuma nebak aja, Dok. Soalnya Prof Rodie emang alergi dingin. Dokter nggak tau ya kalau Prof Rodie alergi dingin? Dia suka cegukan, rhinitis alergi dan beser kalau suhunya terlalu dingin. Mungkin itu alasan dia batal berangkat ke Uzbekistan ya?"
Wanita itu bungkam.
Aku tidak mempedulikan kelanjutannya dan memilih untuk pergi ke ruang ganti. Di sana banyak pegawai yang sedang beristirahat sambil menunggu acara makan-makan besar dimulai, sedangkan aku sibuk bergegas pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Pemeran Utama
RomanceAku mencintainya. Aku mengaguminya. Aku menginginkannya, tapi di sini aku bukan pemeran utama. 25/3/2023