🌼27🌼

2.3K 314 153
                                    


"Ah!"

Aku menjerit ketika air yang kuminum bersama vitamin khusus kehamilan tumpah ke atas kasur. Kuembuskan napas panjang. Mau tidak mau aku harus mengganti sprei karena dipaksa keadaan.

Kutarik sudut demi sudut hingga sprei itu terlepas. Kuganti dengan yang baru. Kali ini aku memilih sprei berwarna biru muda yang terasa halus dan tenang dipandang.

Kuangkat kasur untuk memudahkanku memasang sprei. Seketika gerakku terhenti. Pandanganku tertuju apa sesuatu berwarna merah mencolok di bawah kasur. Kuraih benda itu.

Beha merah ini... bukan milikku.

Beberapa detik awal aku hanya bisa terdiam. Detik selanjutnya aku menjerit dan menangis histeris.

Kupandangi beha di tanganku dalam buram air mata. Ini bukan milikku. Bukan. Hanya itu yang terus berputar dalam kepalaku. Aku berpikir untuk membuang benda ini atau bahkan membakarnya. Tapi kemudian aku memilih berdiam diri sambil mengatur napas. Ketika tangisku mereda, aku bisa berpikir jernih.

Dalaman ini pasti milik Yati. Hanya dia yang punya dada sebesar buah kelapa. Tidak mungkin ini milik Issa. Lihat saja ukuran jumbo beha ini. Sangat tidak manusiawi. Tidak salah lagi ini pasti milik Yati. Aku yakin.

Kupandangi beha ini bolak-balik. Warnanya merah menggoda seperti cabai. Di bagian depan dan belakangnya berhias brukat layaknya beha ibu-ibu pada umumnya. Tak mungkin aku mengenakan beha kolot macam ini.

Kudekatkan beha itu ke depan hidung. Mengendusnya. Hoak cuh! Tercium bau asam keringat. Aku tidak mengerti bagaimana bisa Rodie bernafsu pada aroma ini. Mereka pasti berhubungan di kamarku sampai-sampai beha bekas Yati tertinggal di bawah kasur.

Yang jadi pertanyaan, apa dia pulang tak pakai beha?

Semakin lama aku semakin tahu pribadi Yati yang sesungguhnya. Dia tidak mau kalah, picik dan cemburuan. Bisa-bisanya dia meninggalkan jejak di kamarku seolah ingin memberi tahu bahwa dia telah berhubungan badan dengan Rodie di atas kasurku.

Kumasukkan benda ini ke dalam tas. Akan kulempar ke wajah Rodie kalau nanti aku bertemu dengannya.

-o0o-

Hari ini aku bekerja dengan mata bengkak. Ketika Itoh bertanya, aku hanya berkelit bahwa sepertinya mataku baru dipipisi kecoa.

"Udah satu minggu ini Prof Rodie nggak praktek, Na. Katanya dia lagi dirawat di rumah sakit ini. Kena GERD. Kamu udah nengok?"

"Belum," jawabku pendek.

"Ih, nengok atuh! Kemarin aku sama Enin Rini nengok Prof Rodie. Badannya kurus. Matanya cekung. Keliatan banget kayak orang sakit."

"Oh."

Aku membereskan pekerjaanku dengan menumpuk rekam medis biar petugas rekam medis tinggal mengambilnya.

"Kasian banget Prof Rodie. Kata Enin Rini sih keliatannya karena beban pikiran juga. Beliau emang nggak banyak omong waktu ditengok kemarin. Pandangannya juga kosong, banyak ngelamun. Sekarang anak pertamanya yang gantiin beliau praktek."

Aku bangkit dari nurse station.

"Ya udah. Aku pulang dulu ya, Toh. Duluan."

Segera aku berderap ke ruangan loker. Kukemasi barang-barangku ke dalam tas, lantas berjalan cepat meninggalkan rumah sakit karena jam pulangku sudah tiba.

"Nana!"

"Eh, iya, Bu Rosy. Ada apa?"

"Kamu dipanggil ke ruangan Prof Rodie. Menghadap ke ruangannya ya. Takut ada perkara penting. Kamu datang ke gedung tulip. Kamar 212. Dia lagi dirawat di sana."

Bukan Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang