awal

161K 4.6K 50
                                    

Happy reading



Nalika menjalani kehidupan dalam bahtera rumah tangga yang sulit ini, ia hanya bisa mencoba mengerti saat Erlangga —suaminya selalu mendominasi pernikahan mereka. Sikap laki-laki itu yang otoriter namun terkadang lembut membuat Nalika terbiasa seiring berjalannya waktu.

Erlangga Navelion Andaru panggil saja Erlangga, Elang, Erlang, tapi Nalika terbiasa memanggilnya dengan 'mas Erlang' laki-laki itu yang menyuruh Nalika memanggilnya dengan sebutan 'mas'.

Erlangga, laki-laki berumur 29 tahun itu adalah sosok yang perfeksionis. Ia mencintai dunia pekerjaan namun bukan berarti ia tidak mementingkan istri dan anaknya. Hampir seluruh hidupnya hanya digunakan dengan pendidikan, kerja, uang, bisnis, seperti itu saja. Latar belakang pendidikan Erlangga itu nyaris sempurna, tidak hanya berwajah tampan tetapi Erlangga juga mapan.

Bayangkan, siapa yang berani menolak pesona pria itu?

Hal itu yang membuat orangtua Nalika mendorong putri mereka untuk menerima lamaran pria itu.

Sedangkan Nalika kynara, wanita berumur 26 tahun beranak satu itu hanyalah seorang ibu rumah tangga yang ikut kata suami. Sebelum menikah, Nalika menghabiskan waktunya dengan menulis. Ya, ia memang seorang penulis yang penghasilannya tidak seberapa namun cukup.

Sebenarnya pendidikan Nalika juga cukup bagus, ia sarjana sastra. Hanya gadis itu tidak melanjutkannya lagi, ia bukan tipikal wanita karier seperti harapan keluarga Erlangga.

Omong-omong soal keluarga, di pernikahan ini yang menyukai kehadiran Nalika hanya ibu—Erlangga, dan keluarga adik dari ibunya pria itu, selebihnya hanya bersikap cuek dan menganggapnya tidak ada. Bahkan Erika—adik Erlangga juga tidak setuju, terbukti dengan sikap-sikap sinis gadis itu.

Meskipun sudah jalan lima tahun pernikahan mereka, Erika masih bersikap acuh tak acuh padanya. Untungnya gadis itu tetap menyukai Reanold, putra mereka.

Reanold Putra Andaru, panggil saja Rean. Anak laki-laki itu berusia empat tahun, usia keemasan yang tentunya sering kali membuat Nalika pusing.

Seperti sekarang, Rean sudah mengacak-acak kamarnya dengan berbagai macam mainan. Setelah puas bermain di kamar, anak itu membawa mainannya ke ruang tamu, mulai mengacak-acak sesi kedua.

"Rean! Mainannya jangan diberantakin terus dong. Mama capek beresinnya." Suara Nalika membuat anak itu cemberut kesal.

Raut cemberut Rean berubah saat melihat papanya berdiri diambang pintu. Ia memeluk laki-laki itu erat yang langsung dipangku oleh bapaknya.

Nalika menghampiri Erlangga yang baru saja tiba dengan memangku Rean. Ia mengambil tas kerja milik suaminya setelah cium tangan. Rutinitas sehari-hari.

"Suami dateng bukanya sambut malah teriak-teriak ke anak." Nalika tahu bahwa laki-laki itu tidak bermaksud menyindir nya namun tetap saja menyebalkan.

Nalika menghela nafas panjang. Bapak dan anak ini memang tidak pengertian sama sekali.

"Aku capek beresin mainan anak kamu terus, abis di beresin, di berantakin lagi. Capek mas, kamu gak ada niatan cariin art gitu?"

Erlangga menggeleng tak acuh. "Selagi kamu masih mampu, buat apa?"

Kan, memang percuma mengeluh pada suaminya ini. Paling hanya ditanggapi dengan anggukan, gelengan, tetap tidak mengubah apapun.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang