29. Nalika

49.8K 3.2K 78
                                    

Happy reading




"Jangan lari-lari Nalika!!"

"Hati-hati turun tangga nya, nanti jatoh!"

"Saya kan udah bilang, gak boleh ngerjain kerjaan rumah dulu. Kamu gak denger?"

"Susu nya jangan lupa diminum, istirahat jangan kemana-mana."

"Kalau mau ke kamar mandi pelan-pelan, licin!"

Nalika mendengus kesal mendengar seluruh celotehan dari suaminya itu, bahkan dibanding dengan bayi yang rewel mungkin suaminya lebih rewel dari itu.

Setelah Minggu lalu ia habiskan hari-hari nya hanya dengan berbaring di kasur, makan, minum akhirnya Nalika diberikan kabar yang cukup baik oleh dokter. Syukur lah, Kandungannya sudah lebih baik dari yang kemarin. Tetapi mual-mual masih tetap ada, bahkan bertambah parah namun kabar baiknya kandungannya mulai membaik.

Kabar baiknya yang lain, Erlangga berinisiatif untuk memperkerjakan asisten rumah tangga selama masa kehamilan sang istri. Padahal dulu saat kehamilan pertama tidak sampai segininya, entah apa yang membuat laki-laki itu sedikit berubah.

Tidak seperti hari-hari sebelumnya, Erlangga selalu pulang lebih awal semenjak mengetahui kabar istrinya, bahkan baru-baru ini laki-laki itu memutuskan untuk bekerja di rumah.

Nalika bingung harus senang atau sedih, kenapa semesta seakan mendukungnya bersama Erlangga. Jika dulu Nalika hanya diam, sekarang ia akan membantah jika dirasa ia tidak setuju.

"Saya sudah menghubungi keluarga kamu." Ucap Erlangga saat mereka sedang berkumpul bersama layaknya keluarga kecil seperti biasanya, berkumpul di depan televisi sembari sedikit tertawa karena celotehan dari anak pertamanya.

"Terus gimana?" Tanya Nalika yang antusias sekali.

"Insyaallah mereka mau kesini Minggu depan, nunggu Nagea libur dulu."

Senyum Nalika merekah mendengar itu, kemarin-kemarin ia melewati harinya dengan sendu. Rasanya Nalika seperti tidak sanggup melanjutkan hari-hari nya, setiap malam ia selalu menangis sendirian dalam heningnya malam.

Tiba-tiba Nalika meringis memegang perutnya, ia merasakan perutnya kram. Beberapa kali terjadi seperti ini, oleh karena itu ia jadi tidak bisa bergerak secara bebas.

Erlangga yang melihat itu sontak mendekat, memegang pundak istrinya dengan khawatir.

"Mana yang sakit?"

Nalika memejamkan matanya merintih, ia memegang perut bagian bawahnya. "Disini, kram..."

"Sakit banget?" Tanya Erlangga ragu-ragu, ia menggaruk tengkuknya bingung.

"Sorry..." Dengan sedikit kaku Erlangga mengelus bagian yang Nalika tunjukan tadi, meskipun sudah cukup lama bersama tetapi baginya masih canggung jika berinteraksi se-intens ini selain iya-iya tentunya.

Nalika memejamkan matanya menikmati usapan lembut di perutnya, kram itu berangsur-angsur menghilang. Terkadang Nalika benci fakta bahwa dirinya ketergantungan lelaki itu, tapi mau bagaimana lagi.

Meskipun laki-laki itu kadang bersikap egois, tetapi banyak hal yang telah dilalui bersama dengannya dan Nalika bukan tipikal orang yang mudah menerima orang baru jika ia memutuskan untuk berpisah.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang