50. Nalika

50.6K 3.6K 298
                                    

Happy reading



"Kamu harus bahagia agar sakit saya tidak sia-sia, Nalika."

"Enggak! Aku gak mau!" Tolak Nalika langsung.

"Kenapa, kenapa kamu ngambil keputusan sepihak mas?" Tanya Nalika kecewa. Ia tidak pernah berniat cerai lagi sejak dulu, yang ia lakukan hanya untuk kebahagiaan anak-anak dan keutuhan keluarganya. Nalika ikhlas, karena ia juga sadar kalau Erlangga tidak sejahat itu, jadi ia memilih bertahan.

"Nalika, tolong, dengerin saya." Erlangga memegang kedua bahu Nalika agar menatap matanya.

"Kamu enggak bahagia sama saya Nalika, kamu terluka hidup dengan saya. Saya nggak mau kamu hidup dengan keterpaksaan seperti ini."

"Aku nggak terpaksa sama sekali—"

"Kamu gak capek bohongin diri sendiri Na?" Potong Erlangga lirih, hal itu membuat Nalika bungkam.

"Pokonya aku nggak mau! Kenapa kamu tiba-tiba mau cerai? Ada perempuan lain?"

Erlangga sama sekali tidak merasa tersinggung karena tuduhan istrinya.

"Karena saya sayang sama kamu, Na. Saya pengen liat kamu bahagia, bukan bahagia karena tekanan atau membohongi diri sendiri. Saya gak nyalahin kamu karena kamu masih belum sepenuhnya ngelupain apa yang telah saya perbuat. Saya ngerti, saya ngerti posisi kamu dan saya gak akan maksa kamu untuk ngelupain semuanya."

Erlangga terkekeh getir. "Jadi gini rasanya di tuduh main belakang? Apa ini yang kamu rasain saat itu Nalika?"

"Mas, aku gak apa-apa. Kamu gak perlu sejauh ini. Kamu gak kasihan liat anak-anak? Mereka akan jadi korban keegoisan kamu mas!" Bantah Nalika masih tidak setuju, ia tidak tega jika anak-anaknya menjadi korban broken home.

"Terus saya harus ngorbanin kamu lagi?! Saya harus maksa kamu bertahan lagi?! Demi tuhan saya gak rela liat kamu terus seperti ini. Gak ada pancaran bahagia di mata kamu Na."

"Mas..." Lirih Nalika siap menangis, melihat itu Erlangga semakin tidak tega dibuatnya.

Erlangga merengkuh tubuh Nalika dengan hati-hati. "Kamu jangan khawatir, anak-anak pasti akan selalu mendapatkan kasih sayang dari saya. Mereka akan ikut kamu Nalika, saya sadar kalau peran kamu lebih penting dibanding saya. Saya akan selalu menyempatkan waktu saya untuk anak-anak."

"Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang kamu mau menceraikan aku? Apa karena aku udah nggak cantik lagi?"

Nalika menatap suaminya dengan datar. "Kamu mikir enggak mas? Dengan kamu ceraikan aku di usia ku yang udah segini, aku yang rugi, kamu sih ya enak pasti bakal banyak yang mau. Sedangkan aku? Mau melanjutkan karir pun pasti gak akan sesukses waktu aku muda."

"Karena saya pikir kamu udah sembuh Nalika! Kamu nolak ketika saya menawarkan kamu untuk rutin menemui psikolog atau psikiater. Kamu bilang kamu baik-baik saja, tapi ternyata enggak!" Ucap Erlangga agak keras.

Erlangga selalu berusaha untuk memperbaiki hubungannya, ia tetap mencoba berkonsultasi dengan Mbak Ana. Namun Nalika justru menolak, memang awal-awalnya wanita itu mau, tapi lama kelamaan Nalika malah menolak untuk berkonsultasi dengan pihak yang mengerti. Erlangga hanya mengiyakan saja karena ia kira Nalika sudah baik-baik saja.

"Lagipula buat apa? Buat apa saya nyari seseorang yang lebih dari kamu sedangkan saya sendiri masih selalu fokus sama kamu! Saya bahkan gak peduli gimana hancurnya hidup saya tanpa kamu! Yang saya mau, kamu bahagia. Itu udah cukup buat saya, Nalika."

Suara Erlangga mulai melemah kembali. "Kita berpisah dulu untuk sementara ya? Saling memperbaiki diri. Saya gak akan sepenuhnya ngelepas kamu, gak akan pernah. Saya hanya memberi kamu kesempatan untuk mencari kebahagiaan kamu. Tapi kalau kamu ngerasa saya tempat kamu pulang, saya ada disini Na."

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang