34. Nalika

49.3K 3.9K 262
                                    

Happy reading



Erlangga masih dalam posisi yang sama, jika sebelum-sebelumnya ia hanya menganggap pertengkaran mereka hanya angin lalu. Sekarang Erlangga merasakan saat perasaan nya hancur berantakan karena perkataan istrinya, padahal jika diingat-ingat lebih banyak perkataan tajamnya daripada istrinya itu.

Jadi seperti ini yang dirasakan istrinya, Batin laki-laki itu.

Dada nya sesak sekali, ia menepuk dada nya berkali-kali mencoba menghilangkan rasa sakitnya tetapi tidak berhasil.

Hingga tanpa sadar satu tetes air matanya menetes tanpa tertahan lagi.

"Lang?" Panggil Ayah Nalika yang menatap aneh menantunya itu.

Erlangga segera berdiri dengan sigap, ia memalingkan wajahnya sebentar dan kembali menatap mertuanya itu. "Kenapa yah?"

"Kok duduk dibawah gitu? Ada masalah ya?" Tanya Ayah yang jelas-jelas tepat sasaran.

Kening laki-laki paruh baya itu berkerut saat mendengar isakan dari dalam kamar, ia tahu betul pemilik suara itu siapa.

Melihat Erlangga yang diam saja akhirnya Ayah hanya menghela nafas panjang, ia menepuk bahu Erlangga pelan.

"Ayah gak tahu masalah kalian apa, tapi tolong selesaikan dengan cara baik-baik. Buka komunikasi yang lebih intens lagi, karena terkadang kesalahan kecil menjadi besar hanya karena kesalahpahaman." Ucap ayah yang tidak tahu lagi harus apa, ia tidak berhak ikut campur urusan rumah tangga putrinya.

"Ayah tahu karakter masing-masing anak ayah, putri ayah gak mungkin bertindak gegabah karena ayah tahu bagaimana keduanya. Mereka cenderung lebih banyak diam, terlebih lagi Nalika. Dia lebih mengedepankan kebahagiaan orang lain dibanding dirinya sendiri."

"Sebagai seorang ayah, ayah tidak berhak ikut campur urusan kalian. Pesan ayah, coba lebih banyak berbicara dari hati ke hati, jangan sampai ada salah paham."

Erlangga menyimak dengan baik, ia mengangguk pelan. "Baik, yah... Makasih, maaf karena saya buat Nalika nangis." Erlangga mencium tangan ayah mertuanya.

"Gak masalah, asal jangan sering-sering." Ucap Ayah Nalika yang hanya tersenyum tipis, terlihat sekali laki-laki itu sangat penyayang. Mungkin sifatnya turun pada Nalika.

"Sudah, mending kalian istirahat dulu nanti kalau udah tenang ngobrol lagi. Jangan sampe kebawa emosi ya Lang, Nalika anak kesayangan ayah juga." Ucap ayah Nalika yang membuat Erlangga dipenuhi rasa bersalah.

****

Malam harinya Erlangga memutuskan untuk pergi ke rumah Maminya, ia ingin bercerita banyak hal. Setelah mengobrol sedikit dengan mertuanya, Erlangga memberikan Nalika sedikit ruang dan membebaskan wanita itu untuk pergi kemanapun bersama keluarganya. Ia tidak bisa ikut dengan alasan ada pekerjaan, padahal memang ia akan pergi ke rumah Mami nya.

"Mi....." Panggil Erlangga pelan, memasuki kamar sang ibu.

Putri -Mami Erlangga sedang memainkan ponselnya, ia menatap putra satu-satunya itu dengan kaget. "Tumben masuk kamar mami? Ada apa?"

Biasanya putranya itu tidak akan masuk ke kamar kecuali ada keperluan penting.

"Nalika mana?" Tanya Putri menatap sekeliling.

"Di rumah, Erlang kesini sendiri."

"Kenapa sih, mas? Tumben, sini cerita." Ucap Maminya menepuk-nepuk space kosong di sampingnya.

Erlangga menurut, tetapi ia tidak duduk di samping ibunya melainkan dibawah. Ia membaringkan kepalanya di atas paha sang ibu. Mami yang merasa ada yang aneh dengan putranya itu mencoba mengelus kepala Erlangga dengan lembut.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang