Happy reading
•
•
•
•
•Berulang kali Erlangga berkata maaf, Nalika hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Ia tidak ingin memperpanjang perdebatan ini. Lagipula, Nalika tidak tega jika Rean harus menjadi korban perceraian orangtuanya. Nalika akan melakukan yang terbaik, lagi dan lagi.
Pagi harinya—entah karena ada angin apa, Erlangga libur kerja tanpa alasan yang jelas, padahal bukan hari libur. Laki-laki itu masih bersantai meskipun jam sudah siang.
Yang Nalika dapat setelah pertengkarannya semalam ialah, Erlangga sedikit menunjukkan perhatiannya.
Terakhir kali mereka bertengkar itu saat Rean sakit, Nalika disalahkan. Setelahnya semua seperti biasa lagi, paling hanya protesan kecil dari mulut laki-laki itu yang tidak begitu Nalika masukan ke hati.
"Na?" Panggil laki-laki itu saat Nalika sedang membukakan gorden pintu kamar mereka.
Nalika berdehem pelan, seolah bertanya. Apa?
"Jangan diemin saya terus. Saya udah minta maaf, Na.." Erlangga beranjak, ia menghampiri Nalika dari belakang. Merengkuh perempuan itu dengan lembut.
"Maafin saya..." Ucap nya disela-sela pelukan.
Nalika menghela nafas, sesak sedikit tapi tidak masalah. "Iya mas, minggir dulu."
Ia risih karena suaminya terus mendekapnya dengan erat, bahkan semalam pun Erlangga enggan melepaskan Nalika meskipun hanya ke toilet. Apa ia harus seperti ini dulu baru suaminya akan bersikap manis?
"Gak mau," keukeuh laki-laki itu.
"Aku harus kaya gini dulu mas? Baru kamu bersikap manis?"
Erlangga terdiam, merasa tertampar. Laki-laki itu menggeleng kuat. "Saya minta maaf Na, saya janji mau berubah."
Nalika mengangguk saja. "Yaudah, minggir dulu. Aku mau beli sarapan, aku gak masak karena kesiangan jadi gak sempet belanja."
"Kamu mau sarapan apa?"
"Saya mau sarapan di luar." Baru Erlangga melepaskan pelukannya, ia menatap wajah cantik istrinya dengan lembut.
"Tumben?" Mata Nalika memicing, biasanya laki-laki itu jarang sekali mau makan diluar. Erlangga lebih menyukai makan di rumah, memakan masakan istrinya.
"Gak apa-apa sesekali. Saya mau bangunin Rean." Nalika mengangguk, ia mulai membereskan kamar yang berantakan. Membiarkan Erlangga membangunkan putra mereka.
Setelah beberes Nalika langsung mandi, membasahi rambutnya. Ia melewatkan sholat subuh karena bangun kesiangan tadi, suaminya itu benar-benar menyebalkan. Tanpa tahu diri meminta aneh-aneh.
Selesai mandi, Nalika duduk di depan cermin rias nya. Mulai mengeringkan rambutnya, memakai skincare rutinitas paginya. Ia memoles wajahnya dengan sedikit make up tipis, hanya keluar sebentar tidak perlu ribet-ribet.
Tak lama Mas Erlang datang dengan Rean yang masih terkantuk-kantuk di gendongannya. Nalika mendekat, bergegas mengambil alih Rean dari gendongan suaminya.
"Rean masih ngantuk?" Anak itu mengangguk, Nalika tersenyum tipis lalu mengecup gemas pipi putranya itu.
"Laper nggak?" Lagi-lagi Rean mengangguk dengan mata yang mengerjap-ngerjap.
"Mas mandi dulu, aku mau mandiin Rean. Baru kita cari sarapan." Erlangga menurut, ia langsung pergi ke kamar mandi.
Melihat itu, Nalika langsung memandikan Rean di kamar mandi sebelah. Ia sampai lupa harus menyiapkan baju untuk Erlangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
empty
ChickLitNalika sampai sekarang saat ini tidak tahu apa tujuan Erlangga menikahinya. Jelas-jelas bukan karena cinta, laki-laki itu tiba-tiba datang ke rumah menemui orangtuanya dan langsung meminta Nalika menjadi istrinya. Semuanya berjalan begitu saja hingg...