22. Erlangga

53.6K 3K 161
                                    

Happy reading




Malam ini setelah memastikan suami dan putranya makan, Nalika dan keluarga kecilnya pergi ke mall untuk membeli perlengkapan sekolah Rean. Anak itu sudah tidak sabar dari siang, ingin segera membeli alat-alat sekolahnya.

Nalika hanya mengikuti langkah keduanya dari belakang, ia memilih untuk tidak ikut andil karena sudah terlalu malas kepada suaminya itu.

Mereka menuju ke toko sepatu, Rean sedang sibuk melihat-lihat sepatu yang ia inginkan. Sementara Erlangga hanya mengawasi Rean dari jauh, Nalika? Jangan ditanya, ia jelas menyibukkan dirinya dengan memainkan gawai miliknya itu, padahal biasanya Nalika tidak pernah terlalu sibuk dengan ponselnya.

Melihat istrinya yang sibuk dengan dunianya sendiri, Erlangga menghampiri Nalika yang sedang terduduk di sofa yang di sediakan.

"Coba sini, hp kamu biar saya aja yang bawa. Sibuk banget daritadi." Sindir laki-laki itu, langsung mengambil ponsel yang ada di tangan Nalika begitu saja.

"Mas!" Ucap Nalika sedikit tidak terima.

"Temenin Rean pilihin sepatu buat dia, dimana-mana kalau anaknya mau sekolah itu pasti ibunya yang paling seneng, lah kamu malah sibuk main hp." Ketus Erlangga seraya memainkan ponsel milik istrinya itu tanpa permisi.

Nalika menghela nafas panjang, ia merasa nafasnya semakin hari semakin berat saja. Ia menghampiri Rean tanpa berbicara apapun lagi pada suaminya itu.

"Udah selesai milih sepatu nya?" Tanya Nalika kepada sang putra.

"Udah ma," Jawab Rean diangguki oleh Nalika.

"Yaudah, dibayar dulu ya." Anak dan ibu itu pergi ke kasir untuk membayarnya.

Selesai membayar di kasir, Nalika dan Rean berjalan menghampiri Erlangga yang sedang duduk seraya fokus dengan ponsel milik Nalika. Ekspresi wajah pria itu sangat masam, bahkan terlihat rahang Erlangga yang mengeras.

"Mas?" Panggil Nalika.

Erlangga tidak menjawab, ia menggenggam ponsel itu dengan erat, menatap tajam Nalika sekilas. Pandangan Erlangga beralih menatap Rean, ia menggendong putranya menatap Rean dengan penuh perhatian.

"Sudah selesai?" Rean mengangguk menjawab pertanyaan sang ayah.

"Langsung pulang ya? Nanti beli alat sekolahnya yang lain nyusul, papa ada urusan dulu."

Rean tampak sedih mendengar perkataan Erlangga, beberapa kali ia menggeleng tidak mau, namun setelah dibujuk akhirnya anak itu mau juga.

Keluarga kecil itu pulang ke kediaman mereka, saat baru sampai di rumah Erlangga langsung menyuruh Nalika untuk menidurkan Rean. Nalika hanya nurut-nurut saja, tetapi ia merasa ada yang aneh dengan ekspresi suaminya itu.

Nalika masuk ke dalam kamar dengan hati-hati, setelah menidurkan putranya ia segera pergi ke kamar ingin tidur karena lelah sekali hari ini.

Brak!

"Ini apa?!" Sentak Erlangga sambil melempar plastik berisi pil KB milik Nalika.

Ekspresi Nalika pucat seketika, bagaimana suaminya bisa mengetahui hal itu? Nalika memang meminum pil KB, baru satu kali minum saja. Hal itu ia lakukan tanpa sepengetahuan Erlangga, karena demi apapun Nalika belum siap jika harus hamil lagi. Nalika tidak mau, mentalnya benar-benar sedang tidak stabil saat ini, oleh karena itu ia meminumnya tanpa sepengetahuan Erlangga.

"Mas—"

"JAWAB NALIKA!"

Bahu Nalika bergetar saat Erlangga menaikan suaranya dengan keras, jantungnya berdebar kencang saat ini.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang