28. Erlangga

56.3K 3.2K 179
                                    

Happy reading




Nalika menangis di kamar mandi dengan posisi terduduk dibawah, ia menelungkupkan kepalanya. Pukul tiga dini hari Nalika harus terbangun dengan tergesa-gesa karena rasa mual yang sangat menyiksanya, setelah memuntahkan segala makanan yang di cerna nya Nalika benar-benar merasa lemas. Ia sungguh tersiksa dengan dirinya yang seperti ini.

Erlangga yang mendengar suara istrinya itu bergegas menghampirinya ke kamar mandi. Ia ikut berjongkok menghadap Nalika.

"Na..." Panggil nya pelan sedangkan Nalika masih terisak.

"Mual, capek... Aku gak mau kaya gini, mas." Keluh Nalika di sela-sela tangis nya.

"Jangan ngomong gitu, na. Nanti kelamaan enggak bakal gitu kok, insyaallah nanti gak mual lagi. Sekarang kamu bangun, tidur lagi ya masih lama pagi nya." Erlangga membantu Nalika untuk berdiri.

"Aku sakit apa sih Mas?"

Erlangga terdiam, ia belum mengatakan apapun pada istrinya itu. Ia terlalu takut jika istrinya tidak bisa menerima bayi mereka.

Tangan Erlangga terulur untuk memeluk Nalika, ia berbisik saat pelukan mereka. "Kamu hamil na..."

Nalika tertegun seketika, ia tidak merespon apa-apa. Nalika memilih melamun mendengar kabar itu, ia bingung harus senang atau sedih.

Melihat tidak ada respon apapun dari istrinya, Erlangga melepaskan pelukannya ia menatap Nalika dengan khawatir. "Na, jangan ngelamun. Nanti siang kita cek ke dokter kandungan, sekarang kamu istirahat dulu."

Erlangga memegang kedua bahu Nalika seolah menjadi penyangga. Ia membawa Nalika kembali ke ranjang, sedangkan Nalika hanya menurut. Nalika berbaring kembali memunggungi suaminya.

"Sayang, tidur lagi ya..." Ucap Erlangga seraya mengelus rambut Nalika dari belakang, Nalika hanya mengangguk mendengar itu.

Setelahnya terdengar dengkuran halus di telinga wanita itu, Nalika masih menatap ke depan dengan tatapan sendu. Ia tanpa sadar meneteskan air matanya diam-diam, menahan isakan nya sekuat tenaga agar tidak terdengar oleh suaminya.

****

Pantas saja Nalika merasa ada yang aneh dengan tubuhnya akhir-akhir ini, ternyata ia sedang berbadan dua. Pantas saja semua orang bersikap perhatian padanya, ternyata ia sedang mengandung cucu kedua dari keluarga suaminya.

Nalika tidak setega itu untuk menolak kehadiran anaknya sendiri, ia hanya belum siap memiliki bayi yang jelas-jelas akan membuatnya lebih lelah dari yang kemarin-kemarin. Ia mengingat masa-masa dimana saat itu Rean masih berumur satu tahun, suaminya sedang bekerja dan ia harus mengurus rumah ditambah mengurus anak kecil yang rewel.

Jika tidak banyak-banyak mengingat tuhan mungkin Nalika sudah setres dari dulu. Benar kata orang, jadi ibu tidaklah mudah.

Mungkin seorang anak bisa merasa tertekan karena peraturan dari ibunya, tetapi ibu mati-matian berusaha untuk tetap waras dengan segala hal yang bisa membuatnya hampir gila. Entah itu dari suami, keluarga suami atau bahkan dari keluarganya sendiri.

Setelah mengalami morning sicknes dini hari tadi, pagi harinya Nalika harus mengalami hal yang sama lagi. Erlangga membelikannya bubur untuk sarapan tetapi ia tidak mau makan hanya karena bubur itu diberikan kacang dan goreng bawang.

Bukan, bukan Nalika yang mau seperti ini. Ia pun sama tersiksanya.

"Yaudah terus kamu mau makan apa na?" Tanya Erlangga yang sudah pasrah melihat bubur yang dibelinya tidak disentuh sedikitpun oleh istrinya.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang