Happy reading
•
•
•
•
•"Nalika, gimana kabar kamu?" Tanya Mbak Ana saat mereka sudah cukup lama tidak bertemu.
Kali ini bukan Mbak Ana yang ke rumahnya, tapi Nalika yang mengunjungi tempat praktek Mbak Ana.
Nalika menggeleng jujur, "kurang baik."
Mbak Ana menghela nafas pelan, sudah ia duga sebelumnya. Ia menatap Nalika dengan tatapan yakin. "Nalika, bisa kamu dengarkan saya?"
Nalika mengangguk ia menatap Mbak Ana serius.
"Jika saya menyebutkan sebuah kata, maka kamu harus langsung menyebutkan satu kata lagi yang ada di otak kamu. Paham?"
Nalika kembali mengangguk mengerti.
"Diri," Mbak Ana mulai menyebutkan kata pertama.
"Aku," Balas Nalika spontan.
"Anak."
"Segalanya."
"Keluarga."
"Keberuntungan."
"Cinta."
"Hampa."
"Egois."
"Hal biasa."
"Dicintai."
"Bohong."
"Suami."
Nalika terdiam mematung, ia menunduk menatap kosong kebawah. Lidahnya terasa kelu, bibirnya pun terbungkam tidak ada jawaban apapun.
"A-aku enggak bisa, udah aja mbak."
Mbak Ana menghela nafas panjang, sudah ia duga dari awal. Tujuh puluh persen masalah mental Nalika di sebabkan oleh suaminya sendiri, sisanya keluarga.
Yang cetak miring itu Mbak Ana dan sebaliknya itu jawaban Nalika.
"Kenapa kamu menjawab dicintai itu bohong?" Tanya Mbak Ana heran.
"Karena aku menolak dicintai, lebih baik aku yang mencintai karena dicintai itu semu."
"Baik, tapi satu hal yang harus kamu tahu. Egois itu bukan hal biasa, egois bukan suatu hal yang bisa kamu normalisasi kan dalam kehidupan kamu. Kamu harus punya batasan terhadap diri kamu sendiri, kapan kamu bisa diatur dan kapan kamu bisa berontak." Ucap Mbak Ana menatap Nalika serius.
Nalika mengangguk saja, tetapi pikirannya entah ada dimana.
"Apa suami kamu sering melakukan kekerasan? Jangan khawatir, saya tidak akan menceritakan apapun kepada suami kamu." Tanya Mbak Ana saat melihat raut ragu dari kliennya.
Nalika menggeleng pelan, "enggak."
"Lalu apa yang kamu takutkan?"
Wanita itu kembali menggeleng kecil, ia tidak tahu harus menjawab apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
empty
ChickLitNalika sampai sekarang saat ini tidak tahu apa tujuan Erlangga menikahinya. Jelas-jelas bukan karena cinta, laki-laki itu tiba-tiba datang ke rumah menemui orangtuanya dan langsung meminta Nalika menjadi istrinya. Semuanya berjalan begitu saja hingg...