35. Erlangga

56.2K 3.7K 114
                                    

Happy reading



Akhirnya keluarga Nalika pulang, Nalika sedih sekali karena tidak bisa berlama-lama bertemu dengan mereka. Erlangga sudah pulang sedari tadi, meskipun begitu mereka masih belum berbaikan.

Setelah pulang dari rumah sang ibu dan mendapat sedikit pencerahan tetapi hal itu tidak mengalahkan rasa gengsi Erlangga untuk mengajak istrinya berbicara duluan. Ia masih terlalu gengsi.

Dengan banyak mengalahkan rasa gengsi, akhirnya Erlangga memberanikan diri untuk berbicara lebih dulu.

"Na, saya minta maaf."

Nalika yang sedang membaringkan tubuhnya di kasur dengan posisi memunggungi suaminya itu hanya mengangguk. Terlalu malas meladeni pria itu, ia sudah kenyang kata maaf jadi memilih untuk tidak memperpanjangnya.

"Na, tolong jawab saya, saya bener-bener ngerasa bersalah." Ucap Erlangga lagi karena merasa frustasi tidak ditanggapi oleh Nalika.

"Yaudah, gak usah diperpanjang lagi." Balas Nalika lirih.

Lengan Erlangga mendekat memegang pundak istrinya agar berbaring menatapnya. Mereka berdua berhadapan.

"Ngapain sih, mas? Aku mau tidur." Ucap Nalika kesal.

"Saya minta maaf."

"Kan aku jawab iya tadi, mau ngapain lagi?"

"Jangan kaya gini na..."

Nalika menghela nafas panjang, ia menatap suaminya dengan jengah. "Mau kaya gimana?"

"Jangan diemin saya."

"Oke, terus apalagi?" Erlangga menggeleng tidak mendapatkan jawaban yang ia mau.

"Gak gitu na, kamu masih diemin saya."

"Aku udah ngomong daritadi, aku capek pengen tidur. Jangan ganggu dulu." Balas Nalika enggan menatap suaminya.

"Tadi saya abis dari rumah Mami, saya—"

"Kamu cerita ke mami?" Potong Nalika yang tepat sasaran.

"Iya, saya tanya pendapat mami."

"Terus kata mami apa?"

"Mami bilang ini salah saya, saya egois dan gak ngertiin kamu. Jadi saya mau memperbaiki semuanya, kamu bantu saya na, tolong maklumi saya kalo saya bersikap egois lagi. Saya mau berubah, tapi gak secara instan Na." 

Nalika menatap datar suaminya itu, "Dua kali kamu bilang gitu. Tapi kenapa masih belum ada perubahan? Serius kamu minta aku maklumi?"

Nalika tertawa kecil, "Yang ada aku yang mati gara-gara sikap egois kamu yang harus aku turutin itu."

Erlangga menggeleng dengan rasa kecewanya karena respon istrinya itu. "Na, saya butuh dukungan kamu. Kamu tahu sendiri faktor apa yang membuat saya jadi seperti ini."

Nalika menatap ke arah langit-langit kamar nya, ia melirik sekilas suaminya itu. "Kamu ingat saat kamu nyuruh aku berhenti nulis?"

"Aku bisa bilang saat itu kalau aku butuh dukungan kamu, tapi aku gak mau. Kenapa? Karena aku sadar bahwa merubah sikap egois seseorang itu gak mungkin."

"Dan akhirnya aku lebih memilih bungkam, aku udah terlalu capek mas."

Erlangga hanya diam, bingung harus menjawab apa. Ia sendiri tidak bisa menjamin apakah ia akan benar-benar berubah atau tidak.

"Tolong na, kasih saya kesempatan untuk keluarga kita. Saya gak mau kamu terluka karena saya lagi."

****

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang