Happy reading
•
•
•
•Erlangga menghembuskan nafas gusar, Nalika tidak kunjung bangun setelah pingsan dua jam lamanya. Tadi ia sudah menghubungi dokter dan dokter tersebut hanya mengatakan bahwa Nalika mengalami setres berlebihan disaat kondisinya sedang lemah.
Hidup Erlangga dari dulu terlalu dimanjakan, ia hanya dituntut untuk bisa menghasilkan uang dari hasil mengelola perusahaan bisnis keluarga. Soal wanita itu belakangan, maka dari itu Erlangga tidak pernah menjalin hubungan benar-benar serius dengan perempuan.
Bahkan dengan Elsya saja tidak terlalu ia perhatian, mungkin karena itu Elsya memutuskan Erlangga lebih dulu.
Tetapi setelah menjalani hidup cukup lama bersama Nalika, ia jadi sadar kalau setiap orang memiliki orang-orang penting dalam hidupnya. Dan dalam hidup Erlangga, Nalika termasuk dalam orang penting tersebut.
Baru kali ini Erlangga dibuat kelimpungan sendiri karena seorang perempuan, terlebih perempuan itu istrinya. Sebenarnya ia bisa-bisa saja tidak menikah buru-buru tetapi entah kenapa saat ayah mertuanya berkata untuk ke jenjang lebih serius Erlangga dengan mudahnya mengiyakan.
Perhatian Erlangga teralih pada Nalika yang mulai mengerjapkan matanya. "Nalika..."
Sedangkan Nalika masih berusaha menyadarkan dirinya. "Rean mana?" Tanya wanita itu mencari-cari keberadaan putranya.
"Di ruang tamu, lagi nonton TV. Gimana keadaan kamu, pusing?" Tanya Erlangga khawatir.
Nalika menggeleng kecil, pertanda tidak.
"Terus apa yang di rasa?"
"Risih, kamu bawel. Aku bilang kan gak apa-apa tadi." Jawab Nalika ketus.
Erlangga menghela nafas, padahal niatnya itu baik tetapi malah direspon seperti ini. Ia harus lebih banyak menyetok kesabarannya kali ini.
"Mau makan sesuatu?" Tanya Erlangga penuh perhatian namun dibalas gelengan kepala oleh istrinya.
Tidak mendapat respon apapun dari istrinya, Erlangga akhirnya pasrah tidak mau menawarkan apapun lagi. Ia naik ke atas ranjang, duduk bersandar dan menepuk bagian kosong di sebelahnya.
"Sini, Na." Ucap Erlangga lembut, untungnya Nalika menurut tanpa mengatakan penolakan apapun lagi.
Lengan Erlangga terulur untuk memegang kepala Nalika, seakan menyuruh Nalika untuk bersandar pada dadanya.
"Bentar aja na, saya gak akan ngapa-ngapain." Ucapnya saat Nalika menatap Erlangga dengan was-was, akhirnya Nalika pasrah. Ia membiarkan kepalanya bersandar pada bahu suaminya, terdengar suara degupan jantung suaminya itu.
Erlangga mengelus perut Nalika dengan lembut, ia merasa perut istrinya ini sudah mulai membuncit.
"Bayi saya gak apa-apa?" Tanya Erlangga memastikan.
"Selagi bapaknya gak kumat, ya gak apa-apa." Jawab Nalika asal ceplos.
"Nalika, tolong banget, percaya usaha saya kali ini aja. Setelahnya saya gak akan maksa kamu lagi." Tutur Erlangga dengan tatapan melembut.
Nalika berdecih, enggan menjawab banyak.
"Besok ke psikolog ya? Saya udah nyari psikolog yang bagus. Maaf kalau lama, saya nyari-nyari dulu soalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
empty
ChickLitNalika sampai sekarang saat ini tidak tahu apa tujuan Erlangga menikahinya. Jelas-jelas bukan karena cinta, laki-laki itu tiba-tiba datang ke rumah menemui orangtuanya dan langsung meminta Nalika menjadi istrinya. Semuanya berjalan begitu saja hingg...