4. Erlangga

56.6K 2.9K 42
                                    

Happy reading



Pukul setengah dua belas malam tamu-tamu Mas Erlang baru bubar. Mereka berkumpul di teras rumah. Tiga orang dari mereka sudah mempunyai keluarga, istri dan anak namun dasar laki-laki ini suka sekali keluyuran malam. Untungnya mereka selama kumpul tidak aneh-aneh.

Nalika belum tidur. Ia sudah mengantuk daritadi, tapi tugas tambahannya belum selesai. Yaitu membereskan bekas kotor tamu.

Jam 23.50 Nalika baru selesai membereskan teras yang tadinya kotor, bekas rokok berserakan, cemilan, kopi dan lain-lain. Ia mengepel bagian yang kotor. Nalika itu paling tidak bisa melihat lantai kotor sedikit.

"Mas, kalau ngumpul gitu emang harus sampe malem ya?" Tanya Nalika sambil merebahkan diri ke kasur empuknya, cukup melelahkan.

Mas Erlang juga berbaring disampingnya. Laki-laki itu sudah memejamkan mata namun Nalika tahu dia belum tidur.

"Namanya juga laki-laki." Jawabnya ringan.

"Temen-temen kamu juga kan udah pada berkeluarga Mas. Emang istrinya gak ngomel?"

Hening. Tidak ada jawaban apapun, Nalika tahu suaminya sengaja tidak menjawab perkataan nya.

"Mas." Kesal karena tidak dijawab, Nalika memanggilnya lagi.

Terdengar dengusan kasar dari laki-laki itu, ia mendekat. Merengkuh tubuh kecil istrinya. Nalika seperti tidak pernah bertambah berat badan, dari awal nikah sampai sekarang beratnya segitu-gitu saja.

Nalika hanya diam mendapat perlakuan seperti itu. Mas Erlang ini sulit sekali ditebak.

"Berisik, bawel." Bisik laki-laki itu. Nalika sampai merinding mendengarnya.

Hanya terdengar suara detak jam. Nalika masih termangu dalam dekapan suaminya. Ia tidak bisa tidur, padahal ini sudah malam.

Kepalanya terasa penuh. Banyak hal yang tidak mengenakan berlalu-lalang di pikiran nya.

"Mas, Kenapa sih kamu kalau ngomong gak enak banget. Aku kadang pengen pulang tahu, tapi aku gak tahu pulang kemana. Rumah aku kan disini, sama mas. Tapi mas kadang gak mau jadi rumah aku." Ucap Nalika pada heningnya malam.

Ia tahu, suaminya sudah tidur. Untuk itu Nalika berbicara sambil menatap wajah suaminya yang tenang. Haruskah Nalika bertanya, siapa yang beruntung? Nalika yang mendapat kan Erlangga atau sebaliknya?

Cairan bening tiba-tiba keluar dari sudut matanya. Nalika harus segera tidur sebelum memikirkan hal menyakitkan terlalu banyak.

Terlalu banyak hal menyakitkan yang ia terima. Nalika menolak terpuruk dalam lingkaran kesedihan. Ia selalu mencoba memperbaiki lagi, dan lagi. Nalika yakin, yang salah itu ada di dirinya sendiri. Maka ia tidak kenal lelah mencoba jadi yang terbaik.

****

Yang pertama bangun setiap hari adalah Nalika. Ia mencoba membangunkan suaminya yang masih tertidur pulas.

Mas Erlang sulit sekali dibangunkan. Biasanya tidak begitu. Pagi ini laki-laki itu masih bergelung di selimut tebal nya.

Nalika mengerutkan keningnya, ia menempelkan tangan nya di kening suaminya. Panas.

Mas Erlang sakit. Mungkin gara-gara tempo hari pria itu makan telat. Nalika mencoba mengguncang bahu suaminya pelan.

"Bangun dulu, Mas. Baju kamu basah, keringetan. Ganti baju dulu abis itu tiduran lagi." Nalika sempat memeriksa beberapa bagian baju Erlangga yang basah oleh keringat dingin.

"Hm." Pria itu hanya berdehem, bangkit. Membiarkan bajunya diganti oleh istrinya itu. Setelah selesai ia merebahkan dirinya kembali.

"Mas, hari ini libur dulu ya. Handphone kamu mana? Biar aku kabarin papi."

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang