Happy reading
•
•
•
•Erlangga berdehem memecah keheningan diantara ia dan putrinya. Setelah menjemput Rean dari rumah temannya, mereka pulang ke rumah bersama Erlangga.
Sesuai dengan ucapannya tadi, Erlangga meminta waktu untuk mengobrol berdua bersama Aisy.
Aisy tampak membuang muka, meskipun tadi sempat kembali ceria namun entah kenapa kini jika bersama Sang Papa sekarang terasa berbeda, tidak seperti dulu lagi. Terkadang Aisy merasa... asing.
"Dek," panggil Erlangga.
"Ehem... Gini, kamu jauhin Papa ya?" Tanya Erlangga to the point'.
"Aku gak jauhin Papa," jawab Aisy tenang.
"Tapi Aisy ngehindar dari Papa, Papa udah jauh-jauh loh datang kesini, masa Aisy mau jauhin Papa kayak tadi? Papa ada salah ya sama kamu?" Cecar Erlangga menuntut.
"Gak ada, papa gak salah apa-apa." Jawaban Aisy tidak membuat Erlangga puas, putrinya tidak menjawab semua pertanyaan yang ada dalam benaknya.
"Aisy gak suka Papa kesini?" Tanya Erlangga lagi.
Aisy hanya menggeleng, jawaban yang ambigu bagi Erlangga.
Hening cukup lama. Tatapan mata Aisy terlihat ragu dan menimbang-nimbang, seolah ia sedang bingung harus berkata jujur atau tidak.
"Aisy kangen Papa..."
Mendengar itu sontak Erlangga menatap putrinya dengan tatapan nanar, ia juga sama rindunya.
"Aisy chat Papa terus, Aisy pengen cerita ke Papa kalau disini seru tapi gak se-asik waktu ada Papa yang selalu jemput Aisy pulang terus marahin Aisy gara-gara Aisy suka bandel gak dengerin omongan Papa."
"Sekarang kalau pulang sekolah gak ada yang jemput, Mama sibuk kerja, pulangnya sore. Kak Kai suka main sama temennya, Bang Re sibuk karena bentar lagi ujian sekolah. Aisy kangen Papa, Aisy mau sama Papa, tapi Papa jarang bales chat atau telpon dari Aisy."
Aisy tampak meneguk ludahnya yang terawa kering, dengan mata memerah menahan tangis Aisy berkata lagi. "Papa sama Mama gak bisa kaya dulu lagi? Aisy gak apa-apa dimarahin sama Papa terus, Aisy gak apa-apa gak dibolehin main sama Papa. Aisy kangen Papa yang setiap hari ada di rumah, nganterin Aisy ke sekolah setiap hari."
"Aisy.... Maafin Papa...." Lirih Erlangga meneteskan air matanya melihat Aisy yang tampak menangis sesenggukan.
"Papa udah gak pernah jemput Aisy lagi, gak pernah marahin Aisy juga, Aisy gak ngerti kenapa tapi Papa itu kaya temen baru Aisy." Ungkap Aisy lagi, melihat Papa nya yang tampak tidak mengerti dengan ucapannya, Aisy pun melanjutkan ucapannya.
"Temen baru Aisy... Asing, Aisy gak kenal temen baru Aisy, Papa kaya gitu, Aisy kaya gak kenal Papa. Aisy kangen Papa terus, tapi lama kelamaan Aisy jadi biasa aja gak ada Papa."
Dada laki-laki itu terasa sesak, sesak melihat putrinya yang kini mulai terbiasa tanpanya. Memang salahnya karena jarang membuka ponselnya sebab ia memilih menyibukkan dirinya dengan berbagai pekerjaan agar tidak larut dalam perpisahan mereka.
Ternyata setelah berpisah pun Erlangga masih egois, ia seolah lupa dengan anak-anaknya yang butuh perhatiannya, terlebih Aisy. Cinta pertama seorang anak perempuan itu ayahnya, dan Aisy hampir kehilangan cinta pertamanya akibat perpisahan mereka.
Erlangga mendekat, ia hendak membawa Aisy dalam pelukan hangat namun putrinya malah menyingkirkan tangannya seolah tidak mau disentuh.
Dengan perasaan yang hancur, Erlangga mencoba tersenyum meskipun pahit. "Aisy tahu gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
empty
Romanzi rosa / ChickLitNalika sampai sekarang saat ini tidak tahu apa tujuan Erlangga menikahinya. Jelas-jelas bukan karena cinta, laki-laki itu tiba-tiba datang ke rumah menemui orangtuanya dan langsung meminta Nalika menjadi istrinya. Semuanya berjalan begitu saja hingg...