41. Erlangga

50.2K 3.6K 187
                                    

Happy reading



Hari ini Erlangga benar-benar dibuat emosi oleh tingkah istrinya, ia benar-benar tidak habis pikir melihat Nalika berinteraksi dengan tetangganya yang tidak lain adalah Arga.

Mereka dengan santainya bercengkrama sembari tertawa di kediaman Arga, istrinya bahkan tidak sempat izin dulu untuk pergi ke rumah tetangganya.

Dengan emosi yang sudah di ubun-ubun, Erlangga mendatangi keduanya, ia menatap istrinya dengan tajam. "Pulang, Na."

Meskipun sedang kesal sekali tetapi Erlangga tidak mungkin marah-marah secara terang-terangan.

Senyum Nalika pudar, ia mengangguk tetapi beberapa kali menoleh ke belakang. "Iya, bentar, Bu Runi nyuruh aku nunggu katanya dia mau masakin aku sesuatu." Ucap Nalika benar-benar jujur.

"Pulang," putus Erlangga sama sekali tidak bisa dibantah.

Akhirnya dengan tidak enak hati Nalika berpamitan pada Arga. "Ga, bilangin Bu Runi maaf banget harus pulang, nanti kalau udah selesai masaknya aku nyuruh Rean ambil aja."

Arga yang baru saja hendak menjawab pamitan dari Nalika terpotong tatkala Nalika sudah lebih dulu ditarik oleh suaminya.

Nalika berusaha sekuat tenaga mencoba mengejar langkah lebar laki-laki itu, ia beberapa kali meringis karena hampir terjatuh.

"Mas, pelan-pelan..." Ringis Nalika saat kakinya tidak sengaja menyenggol kerikil.

Barulah Erlangga tersadar bahwa istrinya yang sedang hamil itu kesakitan, belum lagi genggaman tangannya yang tidak sengaja berubah menjadi cengkraman karena saking marahnya.

Laki-laki itu mulai melambatkan langkahnya, saat sampai di kamar segera ia menutup pintu dengan kencang. Ya tuhan, tolong Nalika takut sekali melihat ekspresi marah suaminya.

"Ngapain berduaan gitu, heh?" Tanya Erlangga tajam, Nalika menelan ludah kasar melihat ekspresi suaminya.

"Enggak, tadi ada anak-anak sama Bu Runi juga tapi mereka ikut Bu Runi ke dalem jadi tinggal berdua." Jelas Nalika jujur.

"Seneng berduaan sama mantan?" Sindir Erlangga yang perlu kalian ketahui bahwa lelaki itu mencoba menahan luapan emosinya agar tidak menyakiti Nalika seperti sebelumnya.

Mau se-berusaha apapun Erlangga mencoba menahan emosinya, ia justru semakin terpancing karena mendengar jawaban istrinya.

"Aku jawab jujur pun kamu gak percaya." Balas Nalika yang malah balik sinis, entah kemana rasa takutnya tadi.

"Na, saya tanya baik-baik." Peringat Erlangga.

Nalika enggan menanggapi, ia berbalik badan akan pergi keluar kamar namun lengannya ditahan Erlangga.

"Mau kemana, kamu?"

Nalika tidak menjawab, ia meraih gagang pintu hendak membukanya namun Erlangga menghempas lengan istrinya.

Laki-laki itu kalap, ia membanting vas bunga dengan spontan. Nalika menutup matanya menahan rasa gemetar dalam dirinya, air matanya menetes tanpa diminta.

Namun ada yang aneh, mata pria itu memerah seakan siap menangis. Erlangga mengacak rambutnya frustasi, ia membuang nafas kasar.

Nalika masih setia menutup matanya, bahkan ia tidak berani membuka matanya sedikitpun. Jantungnya berdetak kencang, ia sungguh ketakutan. Apa yang akan pria itu lakukan selanjutnya? Memukul? Memaki? Atau menghukumnya seperti waktu itu? Nalika terus saja berperang dengan pikiran negatif nya.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang