44. Nalika

52.5K 3.7K 229
                                    

Happy reading




Suara tangis bayi kedua akhirnya terdengar setelah sekian lama dinantikan. Erlangga baru bisa menghela nafas lega, saat dokter keluar dari ruangan operasi barulah ia diperbolehkan memasuki ruangan.

Kedua bayinya langsung dimasukan ke ruang inkubator untuk sementara, mengingat mereka lahir secara prematur.

Nalika segera dibawa ke ruang rawat, wanita itu tentunya masih belum sadar namun kata dokter tadi Nalika baik-baik saja. Erlangga tetap setia duduk di samping Nalika seraya memegang lengan wanita itu dengan kuat. Ia mengecup punggung tangan Nalika berkali-kali, mengucapkan kata terimakasih dengan perasaan haru.

Bayi pertama laki-laki dan kedua perempuan.

Waktu pertama kali melihat bayi laki-lakinya, Erlangga benar-benar melihat dirinya saat masih kecil. Hal itu juga berlaku kala ia melihat bayi perempuannya, keduanya sangat mirip dengan dirinya. Nalika hanya kebagian matanya saja, itu pun hanya bayi laki-laki yang memiliki mata yang mirip seperti Nalika.

"Lang," Panggil Maminya yang baru saja datang.

Erlangga yang tadinya asik memperhatikan Nalika kini menoleh ke arah ibunya. "Kenapa mi?"

"Bayinya belum di azanin, gih, kamu azanin dulu." Suruh Mami Erlangga yang membuat Erlangga terdiam ragu, ia masih ingin disini.

"Udah, cepet. Biar Nalika mami aja yang jagain." Akhirnya dengan sedikit terpaksa Erlangga pergi untuk meng-azani bayi-bayinya terlebih dahulu.

Putri—mertua Nalika menatap menantunya dengan iba, pasti menantunya sangat lelah karena harus melahirkan dua bayi sekaligus. Meski begitu ia sangat bangga kepada Nalika.

"Cepet bangun Na, anak-anak kamu udah nunggu."

****

"Na, kamu gak kasian sama Rean karena harus punya ibu kaya kamu?"

"Terlalu kekanak-kanakan"

"Saya gak suka kamu nyentuh anak saya."

"Kamu becus ngurus anak enggak sih?"

Dengan perasaan yang cemas sembari dibanjiri keringat dingin akhirnya Nalika bangun. Semua perkataan suaminya mendadak muncul dalam mimpinya, hal itu membuatnya tidak tenang dan terus ketakutan.

Hal pertama yang Nalika lihat saat ia baru saja membuka matanya adalah siluet tubuh seseorang yang sedang membelakanginya. Samar-samar namun semakin jelas Nalika dapat mendengar percakapan antara pria itu, rupanya laki-laki itu sedang menelpon seseorang.

"Alhamdulillah dua-duanya sehat kok, Bu. Iya pokoknya doain yang terbaik aja, Yah, Bu."

"Erlang tutup Bu, mau jagain Nalika dulu. Iya... Assalamualaikum."

Erlangga menutup telponnya, ia berbalik badan kembali menghadap ke arah istrinya. Ia tampak sedikit shock karena Nalika sudah sadar.

"Na, kamu gak apa-apa? Ada yang sakit?" Tanya Erlangga khawatir karena Nalika diam tidak merespon.

"Nalika," panggil Erlangga sekali lagi karena tidak kunjung mendapatkan jawaban dari istrinya ini.

Nalika menarik nafas panjang, ia menggeleng pelan. "Aku enggak apa-apa."

Erlangga menghembuskan nafas lega, syukurlah kalau begitu.

Nalika ingin bertanya perihal bayi-bayinya namun lidahnya terasa sangat kelu. Ia baru bisa merasakan bahwa seluruh tubuhnya sekarang terasa sakit sekali.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang