8. Erlangga

53K 2.8K 36
                                    

Happy reading



Sampai di rumah Nalika segera membereskan perbelanjaan. Ia menata nya di kulkas dan lemari dengan rapih. Sudah cukup siang, Nalika harus memasak untuk makan siang nanti.

Erlangga dan Rean sudah di ruang tamu, bermain bersama. Membuat pesawat dari kertas origami, seketika ruang tamu sudah berantakan lagi akibat kertas-kertas dan mainan yang berserakan. Erlangga tidak mempersalahkan hal itu.

"Rean... Mama kalo gak ada papa gimana sih?" Tanya Erlangga iseng-iseng.

Anak itu tampak berfikir sebentar. Ia menatap papanya dengan lucu, Erlangga sampai gemas sendiri.

"Mama kerja rumah, liatin Rean sama tidur deh. Mama kalo Rean ajak main gak seru pa, mama cuma nurut aja. Padahal Rean mau main balapan mobil." Cerocos anak itu.

Erlangga terkekeh mendengar kalimat anaknya yang lucu, kerja rumah katanya? Mungkin maksud mengerjakan tugas rumah.

"Emang mama gak bisa balapan mobil?"

Rean menggeleng. "Mama gak mau terus, Rean juga gak tau."

Selanjutnya Erlangga hanya diam sembari memperhatikan Rean bermain. Jadi ini kebiasaan istrinya itu, pasti membosankan kalau setiap hari harus mengurus rumah, suami, anak, terus seperti itu.

"Papa..." Rengek anak itu.

Dengan sigap Erlangga memangku anaknya. "Kenapa, hm?"

"Rean suka liat mama nangis, tapi pas Rean tanya kenapa mama gak jawab pa. Papa... Rean bandel ya?" Tiba-tiba Rean menangis keras.

Erlangga panik sendiri melihat anaknya menangis. "Kamu kenapa nangis?" Ia menghapus air mata yang membasahi pipi putranya.

"Rean gak bandel, mama nangis karena lagi capek aja." Ucap Erlangga mencoba memberi pengertian.

Bukanya berhenti menangis, Rean malah menangis semakin keras.

"Eh, kok makin nangis?" Erlangga berucap panik.

Anak itu terus merengek memanggil ibunya. "Mama... Papa gendong Rean ke... Mama..."

"Iyaiyaa, tapi jangan nangis lagi."

Astaga Erlangga jadi bingung. Ia memangku Rean dan membawanya ke dapur. Disana Nalika sedang mengaduk tumis kangkung yang sedang ia buat.

Tangisan Rean membuat Nalika menoleh. "Loh, Rean kenapa nangis?"

Nalika mematikan kompor, memangku Rean. Ia menghapus air mata yang mengenang di pipi anaknya dengan telaten. "Kenapa sih? Kok tumben nangis tiba-tiba."

"Rean sedih kalo liat kamu nangis. Dia cerita ke saya." Jelas Erlangga singkat.

Sudut bibir Nalika tertarik, ia tersenyum gemas. Putranya ini memang sangat manis dan perhatian, segala hal pasti Rean perhatikan. Makanya Nalika serba hati-hati ketika bertindak, ia harus menjauhkan Rean dulu kalau ada hal yang tidak enak.

Nalika mencoba menenangkan Rean, baru anak itu berhenti nangis setelah beberapa menit. Ia memberikan Rean kepada suaminya, mau melanjutkan masaknya yang sempat tertunda.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang