17. Nalika

48.4K 2.9K 94
                                    

Happy reading



Nalika selalu berlagak biasa-biasa saja meksipun ia sudah menelan banyak hal yang tidak enak. Dulu, ia selalu mampu bersikap demikian, tapi kenapa sekarang rasanya Nalika tidak sanggup?

Kemana Nalika yang dulu? Yang selalu melupakan semua kesedihannya, Nalika yang sekarang hanya pribadi yang lemah yang terlalu larut dalam rasa sakit.

Nalika benci dirinya yang seperti ini. Berkali-kali batinnya berkata bahwa ia sudah tidak tahan lagi, tapi logika Nalika selalu berkata bahwa ia kuat, ia bisa. Nalika bingung, hal itu yang menjadi penyebab kenapa Nalika terkadang tenang, kadang juga emosinya meledak-ledak.

"Ibu, Nana kangen." Gumam Nalika menatap langit-langit yang senantiasa biru cerah, seperti menolak suasana hatinya yang sedang tidak baik ini.

Besok jadwal pertemuan pembaca pertama dan terakhir Nalika, entah ia harus senang atau sedih. Semuanya terasa berat.

Nalika menatap balkon yang terdapat pagar disana. Rumah ini sangat besar, dan ia harus bertanggung jawab atas kebersihannya. Melelahkan bukan?

Terlalu asik melamun hingga Nalika tidak sadar kalau Rean memanggilnya sedari tadi.

"MAMA!"

Nalika tersentak, ia menatap Rean yang berlari ke arahnya. "Mah, ada omah di bawah. Tadi Rean udah bukain pintunya, mama Rean panggil gak ngejawab." Adu anak itu dengan wajah kesal.

"Omah? Omah putri?" Tanya Nalika memastikan.

Rean mengangguk, "Omah sama Tante Erika udah dibawah ma."

Nalika mengangguk, ia segera pergi ke ruang tamu. Dan benar saja, sudah ada Mami Erlangga dan adik dari Erlangga disana.

"Baru sampe banget mi?" Tanya Nalika seraya bersalaman kepada mertuanya itu.

"Iya nih, tadi Rean yang bukain pintu, kamu kemana emang?" Jawab Mami Erlangga dengan nada hangat seperti biasanya.

"Tadi aku di kamar, jadi gak denger mi." Jawab Nalika seadanya.

Nalika mempersilahkan mereka duduk, setelah membuatkan teh dan cemilan, Nalika segera duduk di samping keduanya. Sementara Rean duduk di pangkuan Erika, adik dari Erlangga.

"Ada apa mi? Tumben." Tanya Nalika heran, tidak biasanya ibu mertuanya itu datang tiba-tiba.

Putri —ibu dari Erlangga tersenyum manis. "Gak apa-apa, mami kangen aja tiba-tiba sama menantu dan cucu mami."

Nalika tersenyum tipis, tidak selebar biasanya. Semuanya seperti terasa asing sekarang.

"Oh iya, kamu sama Erlangga gimana? Baik-baik aja kan?" Tanya Putri mertuanya memastikan, menatap Nalika dengan penuh harap.

Baginya, hanya Nalika yang cocok dengan Erlangga. Makanya ia sangat setuju jika Erlangga dengan Nalika.

Nalika tersenyum kecut, mereka memang baik-baik saja. Tapi apa dirinya baik-baik saja?

"Insyaallah, baik mi."

Mami Erlang menghela nafas lega, "Syukur deh kalo kalian baik-baik aja."

Mami Erlang memegang tangan Nalika erat, ia menatap Nalika dengan penuh harap. "Bertahan buat Erlang ya, mami yakin anak mami orang yang baik dan cuma kamu yang pantes buat dia."

"Mami percaya sama kamu, na."

Beban Nalika bertambah lagi, ia harus apa sekarang?

****

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang