38. Nalika

50.9K 3.5K 204
                                    

Happy reading





Subuh-subuh sekali Nalika dibangunkan oleh suaminya dengan alasan bahwa ia harus berolahraga. Akhirnya karena suaminya terus memaksanya mau tak mau Nalika bangun dan bergegas ke kamar mandi untuk sholat subuh terlebih dahulu.

Sekarang baru pukul lima pagi, biasanya saat hamil baru-baru ini Nalika akan bangun siang selalu dan ia sudah lama tidak bangun subuh seperti ini. Bawaannya malas sekali.

"Dokter nyaranin buat rajin-rajin olahraga, katanya itu bagus buat ibu hamil. Jadi saya inisiatif untuk ngajak kamu olahraga, udah lama kan?"

Nalika mengangguk malas mendengar ucapan suaminya. Dengan wajah yang super kusut wanita itu melangkah keluar rumah diikuti dengan suaminya, mereka hanya pergi berdua saja.

Hanya terdengar suara langkah kaki yang mendominasi, tidak ada percakapan hangat seperti suami istri pada umumnya. Dari dulu hingga kini, percakapan sehari-hari Nalika dan Erlangga hanya sebatas kebutuhan saja.

"Capek enggak?" Tanya Erlangga saat mereka sudah berlari kecil cukup lama.

Padahal baru sebentar, hanya kisaran sepuluh menit saja tetapi Nalika sudah dipenuhi dengan keringat dan nafas yang terengah-engah. Wanita itu segera mencari tempat yang pas yaitu dibawah pohon yang cukup rindang, ia duduk dengan meluruskan kakinya.

Wanita itu mengusap keringat, ia mengipaskan tangannya. "Capek, kaki aku pegel banget..." Keluhnya.

Erlangga ikut duduk disamping istrinya, ia memegang kaki istrinya itu lalu memijitnya dengan perlahan.

Erlangga begitu serius dan telaten melakukan hal kecil ini, sayangnya Nalika bersikap bodoamat.

"Coba diemin dulu kakinya," laki-laki itu membukakan botol minum dan memberikannya pada Nalika. "Minum dulu, pasti haus banget."

Nalika menerimanya, toh memang ia sedang haus sekali.

Akhir-akhir ini Nalika selalu mengingat hal-hal yang membuatnya sedih, entah dari suaminya, dari keluarga atau bahkan dari dirinya sendiri. Karena itu Nalika terkadang tiba-tiba menangis, melamun, di dalam benaknya sedang berputar sebuah memory menyakitkan.

Waktu itu Nala berumur delapan belas tahun dan Nalika berumur lima belas tahun. Mereka bersekolah di sekolah yang sama dimana saat itu Nala kelas dua belas dan Nalika kelas sepuluh.

Di sekolah mereka sedang mengadakan acara pentas seni dimana seluruh siswa disuruh untuk memakai baju kebaya.

Nalika berjalan berdua bersama sang kakak saat baru memasuki gerbang. Mereka berdua disambut oleh seorang fotografer yang tertarik untuk memotret mereka.

"Kamu kelas berapa?" Tanya seorang fotografer itu pada Nala.

Nala dengan senyum manis nya menjawab. "Kelas 12"

"Oh, kalau kamu?" Tanya fotografer itu kepada Nalika.

"Kelas 10."

Fotografer itu mengangguk-angguk ia menatap Nala dengan raut wajah yang sangat ramah dan tertarik. "Kamu mau saya foto enggak?" Fotografer itu melirik Nalika dengan tidak enak, "emm berdua deh sama dia."

Nala mengangguk tanpa meminta persetujuan Nalika. Ia berpose dengan cantiknya, sedangkan Nalika dengan perasaan campur aduk hanya bisa mengangguk.

"Bagus banget!" Seorang fotografer itu menunjuk Nalika. "Kamu boleh minggir dulu enggak? saya mau foto temen kamu dulu."

Nalika terdiam, ia mengangguk tanpa banyak bicara lagi.

emptyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang