CELINE - 07

71 8 0
                                    

|
|
|
|
|

Malam kemarin Celine merasa seperti orang gila yang memiliki kesedihan tak terhingga. Namun, saat pagi ini tersadar dari tidurnya Celine menyadari betapa konyol sikapnya.

Menangisi George? Yang benar saja. Rutuknya sambil mempersiapkan diri sebelum pergi ke kantor.

Mata sembabnya masih terlihat meskipun sudah memakai foundation, terpaksa Celine harus menganggtungkan salah satu dari jejeran kacamatanya pada hidung indahnya untuk menutupinya.

"Kau benar tidak mau dikompres saja? Biar sembabnya mengempis."

"Tidak, seperti ini lebih baik. Lagipula, aku jarang menggunakan kacamata, sayang jika tidak dipakai sesekali." Celine menyederkan punggungnya pada jok mobil mahalnya.

Artyo yang fokus menyetir hanya menyimak pembicaraan dua wanita itu dalam diam. Begitu mobil yang ditumpangi berhenti di depan lobi J's Tower Celine segera keluar lebih dulu. "Kutunggu di atas." Ucapnya sambil berjalan meninggalkan Zari dan Artyo yang harus memakirkan mobil lebih dulu.

Dengan langkah tegas Celine berjalan menuju lift khusus, yang hanya digunakan segelintir eksekutif kantor terutama dirinya. Tentu saja, tidak perlu lama untuk lift terbuka dan menampilkan sebuah kotak besi kosong yang memudahkan Celine untuk menaikinya tanpa perlu berdesakan.

Saat pintu hendak tertutup, seseorang menahannya dari luar. Meskipun kemungkinan ini dapat terjadi, Celine tidak menduga orang yang menahan pintu lift adalah George. Pria itu berjalan memasuki lift begitu saja dan berdiri di belakang Celine.

"Ada apa?" Dari pantulan kaca pintu lift Celine bisa melihat George yang terus menatapnya. "Jika kau ingin membicarakan tentang persiapan pernikahanmu, maaf aku harus menghentikannya karena aku sudah lelah berurusan dengan itu."

"Apa karena itu kau pergi ke club kemarin?" Suara berat itu membuat Celine mengernyit.

"Kau masih memata-mataiku? Kenapa kau tidak suruh orang mengawasi tunanganmu saja." Bukan hal baru bagi Celine jika George tahu tentang apa yang dilakukannya, dan bersama siapa dia pergi. Itu adalah kebiasaan lama George, dengan dalih ingin melindungi Celine.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku."

"Pertanyaan mana yang kau maksud?" Sindir Celine.

"Alasan kenapa kau ke Club kemarin."

"Tuan George Laurent maaf sebelumnya, tapi Club itu milikku terserah aku mau datang atau tidak." Tutur Celine sedikit kesal.

"Celine kau tahu kemana arah pembicaraanku, jangan berbelit-belit." Masih dengan wajah datar yang mengintimidasi George meluruskan pandangannya pada Celine.

"Kenapa? Ingin sekali mendengar jika aku pergi ke sana karena merasa sedih untukmu begitu?" Ucap Celine yang sudah berbalik badan. "Apa itu menjadi sebuah kebanggaan bagimu karena sudah mencampakkanku huh?"

"Cloe." Panggil George melembut yang langsung dipotong Celine.

"Berhenti memanggilku seperti itu George, jujur saja aku muak."

George tidak bereaksi apapun hingga lift sudah berhenti dan pintu akan terbuka. Langkah Celine yang ingin segera keluar, terhenti karena tangan George menekan tombol pintu dan menahannya untuk beberapa saat.

"Bisakah kau bersikap seperti dulu? Aku... Aku merindukan kebersamaan kita." Ucap George dengan suara lemah.

"Aku tidak yakin kebersamaan mana yang kau rindukan. Tapi, bagiku semuanya sudah hilang sejak kau lebih memilih Lili dari aku."
George mengendurkan gengamannya,

broken PRINCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang