.
.
.
.
."Celine." Panggil Octa sesaat kedunya keluar dari lift. "Kau harus menamparnya sekali atau membiarkanku memukulnya. Dia sudah kelewatan padamu." Seru Octa kesal.
"Kedengarannya bagus, tapi tidak jangan nodai tangan kita untuk orang sepertinya. Lagipula yang dikatakannya benar, keluargaku memang sekacau itu." Ucap Celine dengan sedikit senyum. "Lihat saja Octa, setelah malam ini berlalu akan sekacau apa keluarganya nanti."
Celine menaiki mobilnya. Zari langsung menoleh ke arah belakang. "Bagaimana Celine?"
"Buruk." Celine melepaskan jasnya. "Zari majukan acara konferensi pers nya sore ini. Dan minta Rosa untuk memperbesar skala pemberitaan ini."
"Apa terjadi hal buruk nona?" Sahut Artyo yang dijawab Octa.
"Tentu, sangat buruk. Mulut Ezanio memang seharusnya diplester saja."
"Tenang saja Artyo, aku baik. Kita langsung ke kantor, majukan rapat daruratnya karena kita harus bersiap untuk konferensi pers juga." Tutur Celine yang langsung diangguki Artyo. "Maaf sekali lagi merepotkanmu Octa, tolong selesaikan suratnya sebelum konferensi. Hari ini semuanya harus selesai."
"Tidak masalah, aku baru saja menghubungi timku untuk menuju kantormu juga. Siapkan saja ruangannya akan kami selesaikan tepat waktu."
"Pastikan untuk mengkonsultasikan isinya dengan pihak kakekku juga."
"Tentu."
Selagi membiarkan ketiga orang di sampingnya melakukan tugas masing-masing. Celine mengalihkan pandangan ke luar jendela. Kedua tangannya meremat pegangan tas kuat, mencoba melampiaskan kekesalan yang ditahannya karena Ezanio.
'Tetap tenang Celine. Tenang.'
Seperti sebuah mantra, Celine terus mengulang kalimat itu sembari melakukan pernapasan teratur. Jujur saja semua kata-kata Ezanio menyakiti hatinya. Terutama dia membawa nama ibunya. Bella memang bukanlah ibu yang sempurna, tapi bagi Celine dia adalah segalanya.
Di waktu yang singkat itu, Bella mengajari Celine bagaimana cara hidup menjadi seorang Hamilton. Tidak hanya menikmati kekayaan dan kemudahan yang selalu diidamkan banyak orang. Tapi, juga menjalani hari yang berat untuk selalu menjadi yang terbaik dan tidak membiarkan orang lain menjatuhkanmu begitu saja.
Kini dia tidak hanya seorang Hamilton, tapi juga seorang James. Ayahnya meninggalkan tanggung jawab yang sulit untuk dijaga. Sebuah perusahaan yang harus bertahan dan berkembang demi ribuan nyawa lain.
Mungkin ini waktunya berhenti memikirkan diri sendiri. Mungkin ini juga waktunya bagi Celine untuk menjalani takdir yang sudah digariskan padanya. Sebuah takdir yang bernama CELINE JAMES.
#
#
#
#
#
Di ruang rapat itu sudah ada puluhan orang di dalamnya, semuanya adalah direktur bagian dan pemegang saham tertinggi perusahaan. Seperti yang telah lalu, mereka datang dengan wajah malas. Ada juga yang meremehkan kehadiran Celine. Namun, mereka belum menyadari jika gadis yang duduk di tengah ruangan itu sudah membulatkan tekadnya.
'Tetap tenang Celine, tenang.'
Celine mendekatkan microphone ke mulutnya. Kedua tangannya di silangkan di atas meja. "Selamat siang semuanya, saya ucapkan terima kasih atas kehadirannya di rapat ini." Mulai Celine lancar. "Kali ini saya akan menyampaikan hal penting. Mohon perhatiannya karena saya tidak akan mengulang dua kali. Satu hal yang harus dipahami adalah... jika ada yang tidak setuju dengan ucapan saya hari ini akan saya persilahkan untuk meninggalkan tempat ini-selamanya."

KAMU SEDANG MEMBACA
broken PRINCESS
RomanceCeline James memiliki segalanya selain satu hal... Kebahagiaan. Sosok putri kerajaan terlihat begitu indah dari luar, namun siapa sangka jika di dalam diri Celine tidak tersisa apapun selain... Kehampaan. Bagaikan porselen kaca yang berkilau, Celine...