CELINE - 31

31 3 0
                                    

|
|
|
|
|

Keesokan harinya, setelah bangun dari tidurnya. Celine merenung dalam duduknya di atas tempat tidur. Memuat kembali memori semalam, mengingat apa saja yang terjadi, apa yang telah dilakukannya dan memikirkan apa yang harus dilakukannya setelah ini.

Cahaya lembut matahari yang menembus gorden kamarnya memberinya kesadaran total bahwa semua itu bukanlah mimpi dan hari ini Celine harus menghadapi apapun masalah yang akan menimpanya.

Apakah jatuh cinta bisa serumit ini?’

Atau ini baru terjadi padanya karena baru kali ini dia mencintai seseorang sedalam ini.

Celine menolehkan kepalanya pada dua nakas di samping tempat tidurnya berusaha mencari ponselnya. Saat menemukannya di atas nakas sebelah kanannya, Celine segera membuka kunci layar dan menemukan puluhan panggilan dan ratusan pesan dari Zari. Ada tumpukan pesan lain dari karyawannya yang lain, dan sebuah pesan dari nomor asing yang langsung menarik perhatiannya.

\Selamat pagi, presdir james. Berikut saya lampirkan jadwal yang diberikan oleh presdir Louis untuk anda.\

ah benar hukumanku.’ Batin Celine setelah membaca sederet pesan itu tanpa merasa perlu membalasnya.

Ibu jarinya terus menggeser layar ke bawah, mencoba mencari sebuah nama yang seharusnya lebih khawatir dari Zari saat ini. Nihil. Seakan De Javu, Celine merasa dikecewakan untuk kedua kalinya oleh sikap Jason. Bagaimana pria itu bisa tidak mengirim satu pesanpun untuk menanyakan kabarnya, yang ditinggalkan seperti itu.

Tok! Tok!

“Anda sudah bangun nona?” Suara Dhita terdengar diikuti deritan pelan pintu terbuka. Wanita paruh baya itu membawa segelas susu hangat dan beberapa butir obat. “Apa keadaan anda sudah membaik? Haruskah saya panggil dokter?” Tanyanya lembut.

Denyut nyeri lemah yang merambat di sepanjang lengan kiri bagian atas, membuat Celine teringat kenapa sepagi ini Dhita sudah membawakannya obat. “Tidak perlu, aku bisa mengatasinya.”

“Anda lepas kendali kemarin, saya takut anda kenapa-napa.”

“Madam.. aku tidak apa. Berikan obatnya.” Pinta Celine pelan yang langsung disambut Dhita dengan mengulurkan buliran obat aneka warna dan segelas air putih yang turut dibawanya. “Seberapa parah kemarin?” Tanya Celine dengan sebelah tangan mulai memijit keningnya.

“Lebih parah dari saat anda bertengkar dengan tuan George.” Dhita mengambil napas. “Anda sudah lama tidak mengalaminya, apa kiranya yang memicu anda seperti itu kemarin?”

Celine membuang napas berat, “Madam.. beritahu Artyo untuk segera datang, anda bisa pergi aku akan segera bersiap.”

“Nona, jika ada sesuatu yang menganggu anda harus segera memberitahu saya, jangan menyimpannya sendiri. Saya mohon.” Dengan raut khawatir Dhita meletakkan susu di atas nakas dan membawa nampan berisi air putih. “Pastikan anda menghabiskan susunya.”

“Baik, terima kasih madam.” Jawab Celine singkat.

Entahlah, apa yang sebenarnya Celine inginkan sekarang. Menangis terlalu melelahkan. Berteriak terlalu menarik perhatian. Tersenyum juga pasti akan terlihat dipaksakan. Jika bisa untuk saat ini Celine hanya ingin bersembunyi di balik selimutnya dan berdiam diri. Tanpa melakukan apapun atau memikirkan siapapun. Hanya dia.

Namun, perkataan berbeda dengan perbuatan. Tidak sampai satu jam berikutnya gadis cantik itu sudah duduk di ruang kerja rumahnya dengan tampilan super formal dan perhiasan indahnya. Artyo datang 10 menit berikutnya dan duduk di depannya dengan tenang.

broken PRINCESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang