|
|
|
|
|Di tengah tumpang tindihnya kebingungan dan kesedihan dalam diri Celine. Sebuah ingatan lama terlintas dalam mimpinya. Semua terasa nyata seakan terulang kembali di depan matanya. Sebuah ingatan sederhana yang sangat berharga namun jarang teringat olehnya.
“Demamnya belum turun.” Usapan lembut di keningnya membuatnya menggeliat perlahan. “Kurasa kita harus membawanya ke rumah sakit.”
“Dokter sudah bilang dia hanya kelelahan Bella, biarkan dia istirahat di rumah saja. Itu akan lebih nyaman untuknya.”
“Tapi Ken bagaimana jika kondisinya tidak membaik.”
“Cloe kita akan baik-baik saja. Lagipula ada kau dan aku kan yang akan menjaganya.”
Meskipun dengan kedua mata tertutup, Celine kecil tahu jika saat itu kedua orang tuanya berada di sisinya satu hari penuh untuk memastikan kondisinya hingga membaik. Apa saat itukah terakhir kali dia melihat orang tuanya bersama dengan keadaan tenang dan penuh kasih. Sebab, hari-hari setelahnya hanya ada teriakan dan tangisan yang membuat memori kecilnya terkubur.
Pagi ini Celine terbangun dengan mata memerah, tanpa sadar air mata mengaliri kedua pipinya. Tubuhnya yang bersandar pada kepala ranjang, bergetar pelan. Mulutnya terisak dengan tangisan yang tertahan di pelupuk mata.
“Ayah... Ibu... Aku merindukan kalian.” Gumamnya pada keheningan kamar yang luas itu.
Kedua netranya menatap sebuah topi usang yang berada diantara deretan koleksi topi mahalnya. Topi dengan logo salah satu kebun binatang itu adalah satu-satunya barang peninggalan ayah dan ibunya yang masih disimpannya dengan baik. Jangan tanyakan yang lainnya, sebab Bella sudah membakar semuanya hingga tak bersisa.
Tok! Tok! Tok!
“Celine kau sudah bangun?” Suara Zari terdengar dari balik pintu. “Jika, kau sudah bangun segera bersiaplah. Ada yang menunggumu di bawah.”
Tidak ada jawaban. Zari melangkahkan pergi setelah melakukan tugasnya. Memberi waktu pada Celine untuk mempersiapkan diri menghadapi hari ini. Celine mengusap air matanya dan bangkit dari duduknya. Dengan perlahan dia bergerak mempersiapkan diri dan segera menemui siapapun tamunya pagi ini. Semoga saja orang itu adalah orang yang sedang ditunggu Celine kabarnya. Jason Dazl entah apa yang terjadi pada pria itu di Milan. Celine tidak bisa menghubunginya beberapa hari ini.
Membiarkan rambut panjangnya tergerai begitu saja. Celine menuruni tangga rumahnya tanpa ekspresi apapun. Langkah kakinya terasa begitu dingin hingga membuat beberapa pelayan di sana seakan melihat sosok Bella Hamilton pada diri Celine saat ini. Dua orang dengan setelan jas rapi berdiri menyambut saat tubuhnya melewati pintu ruang tamu dengan hiasan lampu gantung kristal itu.
“Selamat pagi, Nona Celine. Lama tidak berjumpa.” Ucap yang lebih tua dengan tenang. “Anda masih mengingat saya bukan?”
“Gilang Prasetya.”
Gilang tersenyum, “Benar, dan ini adalah anak saya Octa Prasetya.” Terangnya sambil memperkenalkan pria yang lebih muda darinya.
“Silakan duduk.” Ucap Celine yang diikuti keduanya. “Saya dengar anda mengundurkan diri dari posisi ketua tim hukum J’s Company setelah ayah saya pergi.”
“Anda benar saya memang mengundurkan diri tidak lama setelah kepemimpinan J’s Company berganti. Kira-kira sudah 8 tahun lamanya ya.”
Celine memasang wajah datarnya. “Anda menghilang selama itu dan muncul lagi sekarang. Apa yang membawa anda menemui saya?” Tanpa banyak bicara, Gilang melirik anaknya. Meminta sang putra menyerahkan dua map yang cukup tebal ke hadapan Celine. “Apa ini?”
KAMU SEDANG MEMBACA
broken PRINCESS
RomanceCeline James memiliki segalanya selain satu hal... Kebahagiaan. Sosok putri kerajaan terlihat begitu indah dari luar, namun siapa sangka jika di dalam diri Celine tidak tersisa apapun selain... Kehampaan. Bagaikan porselen kaca yang berkilau, Celine...