|
|
|
|
|"Terbangun nona?" Celine yang sedang mengendap-ngendap di dapur terkejut bukan main saat Dhita menyalakan lampu di belakangnya.
"Ya. Aku baru ingin membuat susu hangat. Kenapa anda bangun Madam?" Tanya Celine saat membuka kulkas dan meraih sebotol susu dari sana, berniat menghangatkannya.
"Biar saya saja." Dhita mengambil alih pekerjaan itu. Membuat Celine mundur. "Saya harus menyiapkan sarapan, hari ini persediaan bahan makanan sampai jadi saya harus mengeceknya." Dhita menatap kedua kaki Celine. "Kenapa tidak menggunakan sandal rumah, anda bisa sakit karena dingin."
Celine memilih duduk di depan konter, menunggu Dhita. "Hanya ingin, lagipula ini sudah mau pagi jadi tidak begitu dingin."
"Lalu, kenapa menggunakan jaket tebal?" Tanya Dhita yang membuat Celine menatap pakaiannya. "Seharusnya anda memanggil saya, daripada harus mengendap-ngendap di rumah sendiri." Dhita menyodorkan susu yang sudah selesai dihangatkannya.
Dengan kedua tangannya, Celine memegang pinggiran gelas. Menyalurkan rasa hangat dari gelas menuju pori-pori kulitnya. "Hanya susu, saya bisa melakukannya sendiri. Tidak perlu merepotkan anda."
"Kalau begitu anda harus membersihkan kamar anda sendiri mulai sekarang. Pakaian anda sudah menumpuk, sudah waktunya merapikannya."
"Akan kurapikan jika ada waktu."
"Dan juga yang masih ada dalam kotak." Tambah Dhita yang membuat Celine tertegun. Pasalnya dia belum sempat memakai beberapa pakaian barunya, tetapi dia sudah membeli yang baru. "Satu lagi, anda harus kembali melakukan perawatan dan minum obat yang teratur. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Saya tidak ingin melihat anda seperti itu lagi."
Celine yang meminum susu perlahan mendengarkan semua ucapan Dhita dengan tenang. Saat, cairan putih dalam gelas itu habis. Celine menatap wajah wanita di depannya dengan ragu. "Apa yang anda katakan pada kak George malam itu?"
"Saya hanya bilang untuk tidak menemui anda hingga anda menginginkannya sendiri."
Celine menyesap susu dengan tenang, hingga semua cairan putih itu habis diminumnya. "Baiklah, kalau begitu. Aku akan kembali ke kamar, pagi ini aku ada rapat dengan Artyo dan Zari. Tolong siapkan sarapan untuk kami." Dhita mengangguk.
Saat kedua kaki Celine kembali menapaki dinginnya lantai marmer rumahnya, sebuah suara nyaring terdengar mengisi keheningan rumah. Dhita yang ikut mendengar, juga dibuat bingung dari mana asal suara itu.
"Suara apa itu?" Tanya Celine pada Dhita.
"Sepertinya itu suara ponsel."
"Ponselku tidak berbunyi seperti itu." Sahut Celine.
Tring! Tring! Tring!
Suara itu kembali terdengar. Dengan langkah berani Celine mencari sumber suara itu, diikuti Dhita di belakangnya. Setelah menelusuri beberapa lorong rumah, Celine menangkap suara itu semakin terdengar jelas dari arah lantai tiga. Tempat yang sangat jarang di jamahnya.
Dari banyaknya ruangan di rumahnya, suara itu berasal dari ruangan kerja sang ayah. Dhita beralih membuka pintu dulu dan membuat Celine berdiri di belakangnya. Ketika pintu terbuka dan lampu menyala, suara itu menghilang. Baik Dhita dan Celine yakin itu tidak mungkin pencuri karena keamanan rumah ini sangat ketat, tapi apa itu jika bukan pencuri.
Tring! Tring! Tring!
"Suaranya dari laci meja." Cetus Celine yang langsung melangkah mendekati meja kerja sang ayah dan membuka laci teratasnya.
Benar saja, sebuah ponsel menyala-nyala menampilkan sebuah panggilan tanpa nama. Lebih ajaibnya lagi, ponsel yang berbunyi itu adalah ponsel lawas ayahnya. Dan itu sudah lebih dari 10 tahun lalu Celine melihat ayahnya menggunakan ponsel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
broken PRINCESS
RomanceCeline James memiliki segalanya selain satu hal... Kebahagiaan. Sosok putri kerajaan terlihat begitu indah dari luar, namun siapa sangka jika di dalam diri Celine tidak tersisa apapun selain... Kehampaan. Bagaikan porselen kaca yang berkilau, Celine...