"PROLOG"
Jangan lupa, ya. Hargai karya orang lain.
HAPPY READING GAISSS.
"Rakha," panggil Mala, ia berjalan mendekat kearah bangku kantin yang diduduki oleh Rakha dan juga beberapa temannya.
"Ini aku bawain bekal buat kamu." ucapnya. Ia meletakan kotak makanan berwarna biru itu keatas meja. Lebih tepatnya didepan Rakha.
Rakha, sang empu. Ia melirik sekilas kotak bekal itu lalu berganti Melirik Mala yang berdiri disampingnya.
"Gue gak butuh! Mending lo buang." ujar Rakha dengan menyingkirkan kotak bekal itu sedikit menjauh dari hadapannya.
"Tap---"
"Gue cabut!" dengan segera Rakha berdiri dari duduknya dan pergi dari sana.
Mala menatap sendu punggung Rakha yang terlihat menjauh dari pandangannya. Ia meraih kotak bekal itu dengan tatapan kecewanya. Bukan hal yang tabu bagi Mala. Ini sudah biasa. Tapi, kenapa rasanya masih sama, SAKIT.
"Lo yang sabar, ya, Mal. Lain kali lo gak usah bawain bekal buat Rakha lagi. Kasihan hati lo. Kita cabut dulu." pungkas Afan.
"Ayo." ajak Afan kepada teman-temanya.
"Kita cabut dulu, ya, Mal." pamit mereka dan dibalas anggukan oleh Mala.
"Duh...duh... Kasihan." ledek Gizel. Ia berjalan menghampiri Mala dengan bersedekap dada. Ia menatap remeh Mala mulai dari bawah sampai atas.
"Jadi lo kasihan banget, ya. Status doang pacaran. Tapi, kenyataanya... Lo gak diperlakukan layaknya pasangan sama Rakha." kata Gizel.
"Gue yakin sih, Zel. Pasti Rakha nembak Mala waktu itu tuh, khilaf. Hahahah." sahut antek-anteknya. Sebut saja, Adel.
"Kalau gue jadi lo, ya. Mending minta putus sama Rakha. Dari pada tiap hari makan ati. Ya gak sih?" ucap Evelyn.
"Bener kata Eve. Lo tuh seharusnya sadar. Lo tuh bagi Rakha hanyalah pelampiasan buat ngelupain mantan pacarnya. Lo seharusnya sadar diri! Lo bukan tipe Rakha!"
Hati Mala bagaikan diremas kuat. Rasanya begitu nyeri. Kata-kata mereka bagaikan cambuk untuk Mala. Apakah benar, Ia hanyalah pelampiasan semata buat Rakha? Apakah benar dia bukan tipe Rakha? Lantas, untuk apa Rakha menjadikan dia pasangannya kalau dia bukan tipe Rakha.
Mala tidak tahan kalau terus berlama-lama bertahan disana. Ucapan mereka begitu menyakitkan untuk hati Mala yang sebenarnya sudah sangat rapuh. Ia memilih berlari dan pergi dari sana. Berlari sekencang mungkin. Air mata sudah tidak bisa lagi ia bendung.
Duni terlalu kejam buat Mala. Lantas untuk apa Mala diciptakan dan dilahirkan. Kalau semesta saja tidak mempunyai tempat ternyaman untuknya.
"Enghhh, hiksss..." Mala menangis sejadi-jadinya didalam toilet. Ia meremas kuat dadanya yang terasa nyeri. Ia menatap pantulan dirinya yang terlihat begitu lelah dengan keadaannya.
"Tuhan... Kenapa semuanya begitu terasa tidak adil buat hidup Mala. Apa Mala gak berhak untuk bahagia? Tuhan." lirih Mala.
"Hapus air mata lo." ucapan seseorang itu mampu membuat kepala Mala mendongak, ia menatap pantulan seseorang itu dari cermin yang berada tepat didepannya.
Ia menoleh kesamping. Ia menatap tangan yang menjulur dengan sapu tangan di genggamannya.
"Ini ambil sapu tangan gue. Hapus air mata lo. Lo terlalu cantik buat nangisin cowok lo yang toxic itu." ucapnya lagi.
"Makasih." ucap Mala, ia menerima uluran sapu tangan itu. Ia menghapus jejak-jejak air matanya yang masih basah.
"Kenalin gue, Haura." ucap Haura sembari menjulurkan tangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HURT [END]
Novela Juvenil⚠️Warning⚠️ - Banyak adegan kekerasan dan kata-kata kasar. Mohon bijaklah dalam membaca- Basmalah Ilona Gralind, biasanya akrab disapa dengan sebutan Mala. Dia adalah anak yang diadopsi oleh keluarga Pradipta. Mereka mengadopsi Mala tujuan awalnya h...