🌸 CHAPTER 33 🌸

77 34 45
                                    

33. Kedekatan Febryan

"Biarlah semua yang pernah terjadi di antara aku dan kamu menjadi masa lalu, dan menjadi buku yang hanya bisa dibaca oleh kita berdua."

Setelah menyelesaikan rapat membahas banyak hal, kini Nana keluar dari ruang kesenian bersama Febryan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah menyelesaikan rapat membahas banyak hal, kini Nana keluar dari ruang kesenian bersama Febryan. Tadi ketika bel jam istirahat sudah dibunyikan, mereka dipanggil oleh Pak Rusdi untuk membicarakan mengenai kakak kelas yang sering datang membimbing kini sudah tidak bisa lagi melakukan hal demikian. Karena mereka akan disibukkan dengan beberapa persiapan ujian. Mungkin ini akan menjadi hari terakhir Febryan berkunjung, sebab mulai minggu depan mereka sudah tidak diperbolehkan untuk ikut campur dalam urusan kegiatan. Hal ini dilakukan agar mereka bisa fokus belajar untuk meraih masa depan yang diinginkan.

Selama perjalanan baik Nana maupun Febryan tidak ada yang ingin membuka pembicaraan, mereka berdua saling diam sibuk dengan segala macam hal yang hinggap dalam pikiran. Namun lama-lama seperti ini membuat suasana menjadi tidak nyaman, Nana pun bingung ingin membuka pembicaraan. Karena sepertinya ia tidak punya hal yang ingin dibicarakan dengan Febryan, jujur saja Nana tidak ahli dalam hal membuka topik pembahasan.

"Na."

Nana langsung mengalihkan pandangan ketika mendengar suara Febryan yang menginstruksi pendengaran. Ia hanya menyahut sebentar lalu menunggu kalimat yang ingin lelaki itu katakan, entah kenapa jantung Nana jadi berdegup dengan kencang. Ini bukan disebabkan karena perasaannya muncul kembali kepada Febryan, ia hanya merasa percakapan Febryan akan terlalu berat bila didengarkan. Padahal Nana sendiri tidak yakin akan hal demikian.

Langkah Febryan berhenti seketika, kini ia hadapkan tubuhnya menatap ke arah Nana. "Lo ngerasa nggak sih, kalau sekarang kita tuh jadi canggung banget." Ini bukan yang pertama kalinya bagi Febryan, semenjak ia jadian dengan Danica seolah-olah Nana menghindar dari hadapannya. Ketika ingin ditanya atau diajak bicara gadis itu seperti merasa tidak nyaman, hal itulah yang membuat suasana menjadi seperti demikian, dan baru saat ini Febryan punya kesempatan untuk mempertanyakan.

Padahal mereka punya kesepakatan akan tetap dekat meski hanya sebatas teman, tapi ternyata hal itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Nana malah menghindar, seolah-olah tidak saling mengenal. Bukan ini yang Febryan inginkan, jika ia tahu akan seperti ini itu malah membuat perasaannya tidak nyaman. Ia benar-benar dibuat merasa bersalah karena tidak bisa membalas perasaan yang gadis itu punya. Tentu saja itu benar-benar menyiksa, karena Febryan pikir gadis itu akan baik-baik saja tapi ternyata ia salah.

Nana menghela nafas panjang, ia alihkan pandangan menatap ke arah Febrian. "Bukannya memang udah bener kayak gini ya, Kak?" Nana juga merasakan sepanjang apa jarak yang telah ia buat agar tidak lagi jatuh pada sosok yang kini tengah berdiri di hadapan. "Lagian sekarang kita udah sama-sama punya pacar, aneh rasanya kalau kita masih bersikap kayak dulu. Asal masih menjalin hubungan baik itu nggak ada masalah 'kan?" Sejauh ini Nana telah berusaha untuk bersikap baik-baik saja, namun nyatanya ia masih tidak bisa. Bukan karena perasaan itu akan muncul tiba-tiba tapi karena memang ia belum terbiasa dengan situasi yang sudah berbeda.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang