🌸CHAPTER 10🌸

289 202 11
                                    

10. Ungkapan Rasa

"Jika mengungkapkan rasa itu sangat sulit. Lalu bagimana dia bisa tahu kalau kamu menyukainya?"

Entah sudah seberapa banyak hembusan nafas yang Rescha keluarkan, dan entah sudah setinggi apa rasa sebal yang sedari tadi ia tahan agar tidak naik ke permukaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah sudah seberapa banyak hembusan nafas yang Rescha keluarkan, dan entah sudah setinggi apa rasa sebal yang sedari tadi ia tahan agar tidak naik ke permukaan. Pasalnya hari ini banyak sekali hal-hal yang membuatnya sial, hingga Rescha benar-benar dibuat kesal. Semuanya berawal dari ia yang bangun terlambat, lalu motornya yang tiba-tiba mengalami masalah hingga membuat perjalanannya terhambat, dan terakhir ketika dirinya sudah berusaha untuk datang ke sekolah tepat waktu ia justru mendapati gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat.

Sekarang sudah lewat 3 menit sejak bel masuk terdengar, masih ada kesempatan ia bisa masuk kelas sebelum guru masuk mengajar. Kini Rescha tidak boleh kehabisan akal, ia segera berjalan hingga ke pagar paling belakang berusaha memanjat tanpa membuat keributan. Rescha tahu bahwa tempat ini sering dijadikan pintu utama bagi siswa yang terlambat atau ingin pulang duluan. Hingga Rescha berhasil turun dan masuk dengan aman.

Jika Rescha mau ia bisa saja bolos pelajaran. Namun ia tidak bisa terus-terusan tidak hadir tanpa keterangan, karena hal itu bisa membuat orang tuanya dipanggil dan menyebabkan masalah baru yang tidak bisa ia selesaikan. Rescha juga tidak bisa membiarkan nilai-nilainya turun karena ia jarang masuk pelajaran. Cepat-cepat Rescha merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan lalu mengambil tasnya yang tergeletak sembarangan dan segera masuk ke dalam kelas.

Namun ternyata gerakannya kalah cepat, karena sedari tadi ada seorang guru yang tengah menatapnya tajam. Kali ini Rescha mendecak sebal, lalu ia terbitkan senyum canggung dan menunduk dengan sopan. Berharap dengan begitu Bu Eka-salah satu guru kesiswaan bisa mengizinkannya masuk belajar.

Rescha terus melanjutkan langkah mendekati Bu Eka berharap mengizinkan masuk dengan mudah. Namun nyatanya itu percuma karena Bu Eka tentu tidak membiarkannya begitu saja. Hal ini mampu membuat Rescha menghembuskan nafas jengah.

"Mau kemana? Sudah tahu terlambat malah nyelonong seenaknya." Rescha hanya bisa menunduk pasrah, menerima segala hukuman yang akan diberikan. Lagi pula dirinya sudah ketahuan, jika ia tetap membangkang atau lari dari hadapan, itu justru akan menarik perhatian banyak orang. Kini yang dilakukan Rescha hanya diam tidak mendengarkan Bu Eka yang sedari tadi bicara mengenai aturan-aturan yang sudah ditetapkan.

Setelah bermenit-menit menghabiskan waktu menunggu Bu Eka berbicara yang sampai sekarang belum ada tanda-tanda ingin menghentikan pembicaraan. Rescha benar-benar dibuat bosan. Ia pikir akan langsung dihukum dan dipersilahkan masuk ke dalam kelas melanjutkan pelajaran. Tapi ia salah besar, Bu Eka masih terus berbicara yang sama sekali tidak ia dengar.

Brukkk

Baik Rescha dan Bu Eka keduanya sama-sama menolehkan kepala, mendapati seseorang yang baru saja turun dari pagar beton tempat yang sama dimana Rescha berhasil masuk ke dalam sekolah. Rescha memperhatikan orang itu dengan seksama, ia tampak terkejut melihat sosok yang dikenalnya. "Kavin." Yang dipanggil pun segera mendongakkan kepala, sadar bahwa sekarang dirinya menjadi pusat perhatian dua orang yang tengah berdiri di depan sana.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang