🌸CHAPTER 22🌸

134 80 21
                                    

22. Suasana Kelas

"Hal yang ku rindukan saat ini bukan kehangatan dalam rumah, bukan pula suara tawa keluarga. Tapi, sesuatu yang ku rindukan kini adalah suara gaduh di dalam kelas."

Rescha terkejut sebentar, kala melihat Lio yang kini tiba-tiba masuk ke dalam kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rescha terkejut sebentar, kala melihat Lio yang kini tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Ia lalu memutar bola mata, dan kembali melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda. Rescha baru saja selesai mandi dan bersiap ingin berangkat ke sekolah, ia memasang seragamnya tanpa peduli Lio yang masih berdiri di sana. Terlalu malas untuk bertanya, Rescha membiarkan saja. Ini masih terlalu pagi untuk mencari gara-gara, dan melihat Lio masuk ke kamarnya itu sudah dipastikan setelah ini perasaan Rescha tidak akan baik-baik saja.

Merasa diabaikan, Lio pun melangkah mendekat. Melihat-lihat isi ruangan yang jauh dari kata berantakan. Kamar Rescha didominasi dengan warna hitam, dan barang lelaki itu disusun sedemikian rupa sangat nyaman untuk dipandang. "Res, kue pinjam HP lo bentar." Memang tujuan Lio datang bukan tanpa alasan, ponsel lelaki itu hilang dan dia lupa di mana terakhir meletakkan. Karena kamar Rescha yang lebih dekat, ia pun meminta bantuan.

Mendengar itu Rescha memutar badan sambil mengernyit heran. "kenapa minjem HP gue, pinjem HP Mama aja sana." Rescha terlalu malas meminjamkan, karena nomor lelaki itu sudah ia hapus dan Rescha tidak mau menunjukkan. Lagi pula jika ia memberikan otomatis nomor Lio kembali ia simpan, dan itu sangat merepotkan. Jujur saja berurusan dengan Lio adalah masalah besar, itulah kenapa ia malas untuk sekedar berbincang karena menurutnya sangat memuakkan.

"Cuma bentar, HP gue hilang lupa nyimpen dimana. Mau nyari Mama juga kejauhan." Lio pun berjalan duduk di bangku belajar Rescha. Ia memperhatikan beberapa foto yang lelaki itu taruh di sana. Lio baru tahu bahwa Rescha bisa melakukan hal-hal seperti kebanyakan orang di luar sana. Karena selama ia mengenal Rescha ia tidak pernah melakukan hal sedemikian rupa. Padahal ia dan Rescha masih satu rumah, tapi ada jarak panjang yang membuat lelaki itu menjauh darinya.

Rescha menghela nafas pelan, lalu ia alihkan menatap ke depan cermin sembari merapikan rambut yang berantakan. "Gue nggak mau minjemin tuh." Rescha tidak peduli dengan masalah Lio sekarang. Jika ponsel lelaki itu tidak ditemukan ia bisa minta dengan orang tuanya untuk dibelikan. Rescha tidak mau terlalu memikirkan, lebih baik ia cepat-cepat bersiap dan pergi dari sana. Terlalu malas jika berlama-lama.

Menarik nafas panjang, Lio alihkan pandangan menatap Rescha yang masih sibuk dengan kegiatan menyisir rambut yang terlihat sudah memanjang. "Lo kenapa sih Res, nggak suka banget sama gue." Sebenarnya Lio penasaran, sadari dulu mereka tidak pernah dekat seperti ada tembok besar yang menjulang menjadi penghalang. "Gue ada salah ya selama ini sama lo?" Lio tidak bisa membiarkan ini terjadi terus-terusan, Lio ingin berbaikan dengan Rescha selayaknya saudara kandung kebanyakan. Jika memang ia punya kesalahan yang tidak bisa lelaki itu lupakan, maka Lio tersedia untuk meminta maaf hingga Rescha bersedia memaafkan.

Kegiatan Rescha berhasil terhentikan, kini ia alihkan atensi ke arah Lio menatap lelaki itu dengan tajam. "Setelah sekian lama, lo baru nanya itu sekarang?" Selama ini Rescha sendirian, tidak ada seorangpun yang melindungi ketika ia kesakitan. Tiba-tiba saja Lio bertanya demikian setelah ia bisa menghadapi masalah yang sudah dihadapkan. Rescha terkekeh pelan. "Udah terlambat, Bang." Kini ia tatap lelaki yang berada tidak jauh dari hadapan hanya terdiam, lantas berdiri menghampirinya sekarang. Ditepuk pundak Rescha dengan senyum menenangkan.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang