🌸CHAPTER 9🌸

294 214 37
                                    

9. Berbagi Cerita

"Berbagi cerita itu lebih menyenangkan, dari pada memberikan sebuah kata-kata yang katanya sebagai penenang."

Setelah terdiam cukup lama akhirnya Nana memutuskan untuk menceritakan seluruh keluh kesah yang ia rasakan kepada Rescha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah terdiam cukup lama akhirnya Nana memutuskan untuk menceritakan seluruh keluh kesah yang ia rasakan kepada Rescha. Ternyata benar, Nana tidak perlu kata-kata yang bisa membuatnya tenang. Cukup ada teman yang bersedia mendengarkan ia sudah cukup merasa senang. Baru kali ini ia mendapatkan teman cerita terbaik seperti Rescha, karena sedari tadi laki-laki itu tidak juga banyak bicara, sesekali hanya menganggukkan kepala sebagai bentuk simpati semata.

Tentu saja alasan Nana berani menceritakan masalahnya kepada Rescha hari ini karena sedari pagi banyak hal yang ingin ia keluarkan. Berawal dari sikap Febryan, Ibunya yang pulang lalu lebih memilih pekerjaan. Nana benar-benar dibuat frustasi dengan segala bentuk masalah ia dapatkan. Tapi tetap saja setelah menceritakan kepada Rescha, ia merasa seluruh bebannya sudah terangkat hampir semua.

Sekali lagi Rescha hanya menganggukkan kepala pelan, lalu menyeruput minuman yang langsung ia habiskan. Kini semua atensinya ia alihkan menatap Nana yang tengah menunduk lesu sambil memainkan jari tangan. Rescha memutuskan untuk memanggil pelayan dan memesankan Nana minuman, meskipun gadis itu tidak bilang.

"Menurut gue Nyokap lo nggak salah kok, coba lihat posisi Nyokap lo. Dia sekarang sendirian, jadi tulang punggung biar lo bisa hidup dengan nyaman." Kali ini mendongakkan kepala, menatap Rescha yang kini tengah melihatnya. Nana tidak fokus mendengarkan, ia justru memperhatikan Rescha yang hari ini terlihat tidak banyak bercanda, lelaki itu justru tengah serius berbicara. Nana benar-benar baru tahu sosok lain dari Rescha yang selama ini dikenalnya.

"Mungkin lo bisa bilang, nggak papa hidup miskin asal bisa terus sama Nyokap lo. Tapi apa lo mikir Nyokap lo bakal tega ngelihat lo kekurangan? Lagian lo bisa makan sepuasnya, bisa jalan kemana aja yang lo mau, itu semua berkat beliau 'kan? Apalagi sekarang dia bisa nyempetin waktunya buat ketemu sama lo, meskipun sibuk sama setumpuk pekerjaan," tambah Rescha sembari menghembuskan nafas pelan.

Tidak lama kemudian, minuman yang Rescha pesan datang. Lelaki itu lantas mengucapkan terima kasih lalu membiarkan pelayan itu pergi dari hadapan. Sedangkan Nana masih diam, memandangi minuman yang baru saja ia berikan. Gadis itu sama sekali tidak haus apalagi kelaparan, padahal ia baru makan sedikit ketika mengetahui Ibunya pulang.

Rescha yang melihat itu hanya berdehem pelan, menghilangkan suasana canggung yang kini mulai menyerang. Ia mencoba mencairkan suasana yang hening tanpa ada yang memulai pembicaraan. "Ngomong-ngomong Bokap lo kemana?" Sebenarnya pertanyaan ini spontan keluar dari mulut Rescha, ia sebenarnya merasa tidak enak bertanya secara tiba-tiba. Namun melihat respon Nana yang biasa saja ia pun mencoba bersikap sama halnya.

Nana lalu menyandarkan punggungnya kesadaran kursi kala mendengar pertanyaan yang baru saja ia dengar. Nana menghembuskan nafas pelan, lalu menerawang kejadian dimana keluarganya mulai hancur berantakan. "Gue nggak tau Bokap gue sekarang ada dimana. Bahkan setelah dua tahun perceraian mereka, gue nggak pernah lagi lihat dia. Mama juga ngelarang gue buat ketemu sama Papa." Nana lantas tersenyum terpaksa, melihat keluarganya jauh dari kata baik-baik saja.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang