🌸 CHAPTER 45 🌸

78 33 63
                                    

45. Sama-Sama Terluka

"Banyak hal yang tidak bisa dengan mudah kita ceritakan pada orang-orang. Ada sebagian hal yang sebaiknya disimpan dalam diam. Lukaku biarlah itu menjadi urusanku, dan lukamu tolong bagi denganku. Jangan menangis sendirian."

Rafa yang sedari tadi hanya diam saja menyaksikan, kini mengambil langkah mendekat ke arah Rescha lalu menepuk bahu lelaki itu hingga beberapa kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rafa yang sedari tadi hanya diam saja menyaksikan, kini mengambil langkah mendekat ke arah Rescha lalu menepuk bahu lelaki itu hingga beberapa kali. Hal itu tentu saja membuat Rescha mengernyit kebingungan. "Lo juga kehilangan Abang lo, nggak ada orang yang baik-baik aja setelah ditinggalkan." Hingga akhirnya Rafa buka suara, baru kali ini ia memberikan tatapan serius kepada Rescha.

Tidak ada sedikitpun nada maupun raut bercanda yang Rafa tampilkan. "Beberapa hari ini, gue sama Kavin merhatiin lo. Akhir-akhir ini lo kayak orang linglung, Res. Lo juga berubah nggak kayak biasanya." Bohong rasanya jika Rafa tidak turut prihatin melihat keadaan Rescha seperti sekarang, awalnya Rafa menganggap hal ini biasa saja pengaruh dari ditinggalkan orang yang teramat Rescha jaga, tapi setelah diperhatikan terus-menerus lelaki itu justru semakin tidak peduli dengan kondisinya. Sebagai sahabat yang sudah seperti saudara tentu Rafa tidak bisa diam saja.

"Kalian pada kenapa sih? Gue 'kan udah bilang, gue nggak-"

"Bener kata Rafa, nggak ada orang yang baik-baik aja setelah ditinggal pergi. Mungkin Nana kehilangan orang yang udah ia jadikan tambatan hati, dan itu baru sebentar." Kavin kembali buka suara, dan lagi-lagi dengan memotong kalimat Rescha yang ia sendiri sudah tahu kalimat apa yang akan ia dengar setelahnya. Kavin benar-benar sudah tidak tahan mendengar kata 'baik-baik saja' dari mulut Rescha. "Lo udah kehilangan segalanya, Res. Keluarga lo juga sekarang nggak baik-baik aja. Lo selalu merasa bahwa memperbaiki keadaan mereka semua udah jadi tugas lo."

"Terus, gimana sama lo? Siapa yang memperbaiki keadaan lo sekarang? Sampai-sampai lo sendiri nggak sadar kalau lo udah babak belur. Luka yang lo dapetin nggak pernah ada obatnya. Selama ini lo udah terlalu pintar buatnya nyembunyiin yang lo rasain, sampai lo sendiri mati rasa sama yang namanya luka."

Hening sejenak, setelah Kavin menyelesaikan seluruh kalimatnya tidak ada yang berani buka suara. Sengaja Kavin berkata demikian, kali ini Rescha gagal menutup luka yang sudah menganga lebar hingga pada akhirnya luka itu tidak bisa lagi disembunyikan.

Terlalu banyak hal yang selama ini Rescha pendam sendirian, dan sudah cukup bagi Kavin untuk memperhatikan dengan terus pura-pura diam. Dia tidak marah, apalagi kecewa. Karena ia sendiri pun hanya orang baru yang datang, tapi rasa-rasanya hal tersebut memang harus diungkapkan agar Rescha bisa segera sadar dengan tidak mendahulukan perasaan orang, sementara perasaan lelaki itu tengah kacau berantakan.

Anura yang dari tadi hanya diam, kini hanya bisa menghembuskan nafas lelah. Ia melangkah mendekat ke arah Kavin sembari mengusap lengan lelaki itu pelan, seolah menyuruh lelaki itu untuk bersabar. "Res, untuk masalah Nana, kita bicarain besok aja." Anura paham betul, percakapan ini tidak bisa untuk dilanjutkan. Baik ia, dan seluruhnya pasti sudah merasa lelah.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang