🌸CHAPTER 6🌸

350 255 29
                                    

6. Febryan Berubah

"Pembungkus makanan ringan aja bisa berubah, apalagi manusia. Ingat! makhluk hidup itu pasti akan berubah kapan saja dan di mana saja."

Pagi ini kala matahari sudah tergantung indah disaat mata memandang, sekaligus memancarkan askara yang menghangatkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini kala matahari sudah tergantung indah disaat mata memandang, sekaligus memancarkan askara yang menghangatkan. Di sinilah Nana, duduk di halaman rumah sembari menatap ke arah jam tangan berulang kali. Ia sudah mulai merasa bosan, pasalnya seseorang yang ia tunggu sedari tadi belum juga terlihat dari pandangan. Bahkan sekarang tinggi arunika sudah di atas 45 derajat. Sekali lagi ia menghembuskan nafas berat.

Jika bukan karena sudah berjanji Nana tidak akan mau menunggu sampai selama ini. Ia akan lebih memilih menghabiskan waktu libur di kamar sambil membaca novel atau menonton drama Korea yang belum sempat ia selesaikan. Bahkan sudah ratusan kali Nana menghubungi ponsel itu, dan sudah hampir puluhan pesan ia kirimkan namun tak kunjung mendapatkan balasan.

Namun ketika hendak mencoba menghubungi sekali lagi, mobil berwarna hitam yang ia kenal masuk ke dalam perkarangan. Tidak lupa membunyikan klakson mobil dengan tidak sabaran, dengan langkah malas Nana segera memasuki sedan tersebut dengan raut masam. Menahan kesal, karena disuruh menunggu hampir satu jam.

"Sorry Na gue telat, soalnya tadi gue bingung milih baju yang mau gue pake." Tidak ada jawaban dari Nana. Sebelum mobil dijalankan Nana sempat menatap sahabatnya itu sebentar lalu mengalihkan atensi keluar jendela menatap pemandangan. Tidak ada yang membuka suara hingga sampai ke tujuan. Anura, satu-satunya sahabat terbaik yang ia punya pun tidak juga banyak bicara. Anura tentu tahu jika Nana saat ini tengah kesal tak terkira.

Hari ini Nana akan menemani Anura untuk pergi ke salah satu pusat pembelanjaan. Ia sudah membuat janji beberapa hari lalu karena Anura terus merengek karena tidak punya teman untuk diajak jalan-jalan. Sedangkan pacarnya Kavin, jika hari minggu sibuk latihan bermain badminton.

Nana tahu, bahwa Anura bukan gadis manja yang akan memaksa kekasihnya untuk melakukan apa yang ia suka. Bahkan jika Anura bisa melakukannya sendiri ia akan lakukan dengan mandiri. Karena sedari kecil Anura sudah terbiasa melakukan apapun tanpa bantuan orang lain. Selain karena dirinya adalah anak tunggal, ia juga hanya tinggal bersama sang Ayah di rumah. Ibunya sudah wafat ketika ia baru dilahirkan, menjadikan dirinya belajar menjadi manusia yang bisa diandalkan.

Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya mereka sampai di salah satu pusat pembelanjaan terbesar yang ada di kota. Mereka berdua segera turun dari mobil dan segera masuk ke dalam. Baru beberapa langkah Anura berhenti secara tiba-tiba. "Na, lo masih marah ya sama gue?" tanya Anura seketika.

Nana menghembuskan nafas sebentar, ia sebenarnya tidak marah, hanya kesal karena disuruh menunggu tanpa kabar. "Gue nggak marah sih, cuman kesel aja." Sebenarnya Nana merasa kasihan, mendiami gadis itu lama-lama. Seharusnya hari ini ia merasa senang karena sudah diajak jalan. Tapi melihat wajah Anura yang lucu bila diperhatikan, lantas Nana berniat menjahili dengan memasang ekspresi kesal. "Ya, lagian lo lama banget sih. Mana nggak ngasih tau apa-apa lagi, kesel gue tuh," ujarnya demikian.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang