🌸CHAPTER 18🌸

190 117 5
                                    

18. Masalah Keluarga

"Bukankah keluarga itu tempat berbagi masalah? Tapi kenapa justru keluargakulah tempat dimana aku mendapatkan masalah."

Keduanya kini saling diam di ruang tamu tanpa ada yang mau membuka pembicaraan duluan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keduanya kini saling diam di ruang tamu tanpa ada yang mau membuka pembicaraan duluan. Sekarang Nana sudah tenang setelah menangis cukup lama di dalam pelukan. Ia tidak bohong jika dirinya merasa senang melihat Agam yang kini sedang duduk di hadapan, Nana tahu bahwa Agam tidak bisa lama-lama dan harus segera pulang. Sepertinya Nana tidak akan membiarkan, karena ia benar-benar rindu sosok itu yang sudah lama pergi tanpa memberi kabar.

"Na, Papa pulang dulu ya."

Dengan mata yang masih sembab Nana menundukkan kepala dalam-dalam sambil memainkan jari-jari kukunya yang kini lebih menarik perhatian. Ia tidak tahu harus melakukan apa sekarang, ingin melarang tapi ia juga sungkan. Nana pun menghela nafas pelan. "Papa nggak mau bermalam di sini dulu, udah larut banget loh Pa." Ia alihkan pandangan menatap Agam yang kini sudah berdiri bersiap untuk pulang. Langkah Agam terhenti seketika mendengar ucapan Nana barusan.

Agam tahu bahwa anaknya ini rindu dan sangat senang melihatnya datang, ia pun tidak bohong lebih merindukan anak gadisnya itu yang kini masih sesenggukan. Tapi ia tidak bisa lama-lama di sini karena takut ada kesalahpahaman sebab kini ia bukan siapa-siapa dan harus segera pergi dari sana. "Nggak bisa Na, Papa harus pulang." Agam pun melangkah mendekat, mengusap suara legam milik Nana pelan. Ia benar-benar melewatkan kesempatan untuk melihat Nana yang semakin bertumbuh dan berkembang, menjadi lebih cantik dari terakhir ia tinggal. Agam pun menerbitkan senyuman.

Nana tidak pernah menuntut banyak hal, tapi jika boleh Nana ingin egois sekarang. Ia tidak mau kembali ditinggalkan. Karena tidak ada yang mengerti bahwa dirinya merasa kesepian, ia butuh seseorang yang bisa ia ajak berbincang mengenai apa yang ia rasakan. Di rumah ini tidak ada yang bisa ia ajak untuk melakukan karena ia sendirian. Maya jelas tidak bisa sebab beliau pun kini sibuk tidak punya banyak kesempatan dan lebih memilih pekerjaan. Nana merindukan keadaan rumah yang bisa membuatnya merasa benar-benar pulang.

"Nana kangen banget sama Papa, boleh nggak kalau aku minta sama Papa kita kayak dulu lagi?" Tanpa diminta kini air mata Nana sudah berjatuhan, gadis itu kembali menundukkan kepala dalam-dalam. Rasanya di dalam dada seperti terimpit sesuatu yang tajam, ketika melihat netra legam milik Agam yang begitu menenangkan. Namun sayangnya, tidak bisa ia rengkuh karena seperti ada jarak yang membentang. Canggung, itulah yang Nana rasakan.

Melihat Nana yang kembali terisak, Agam pun merendahkan badan menarik dagu Nana agar bisa menatap mata anaknya lebih leluasa. "Papa nggak bisa Na, tolong ngertiin Papa ya." Perlahan Agam pun menghapus air mata Nana pelan-pelan yang kini semakin berjatuhan. Ia tersenyum tenang, melihat gurat kesedihan yang begitu mendalam pada mata gadis di hadapan.

Seberapa banyak sebenarnya masalah yang sedang Nana rasakan, apakah begitu besar kesalahan yang sudah ia buat hingga membuat anak gadisnya itu terluka hingga demikian. Namun semua memang sudah jalan yang digariskan, Agam tidak bisa mengubah sesuatu yang menjadi keputusannya sejak awal.

Different FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang